Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perlampuan Indonesia (Aperlindo) menilai argumentasi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menahan penerbitan SNI Lampu LED sudah tidak relevan.
Seperti diketahui, Aperlindo telah berulang kali sejak 2019 meminta agar SNI Lampu LED dinaikkan statusnya menjadi SNI Wajib. Walakin, Kemenperin selalu berdalih bahwa teknologi lampu LED belum mencapai puncaknya, seperti lampu yang memiliki teknologi internet of things (IoT).
"Berapa orang yang tahu [lampu] IoT? Tidak sampai 10 persen. Jadi, tidak terlalu signifikan kalau asumsinya ke situ. Indonesia itu bukan Jakarta saja," ujar Ketua Umum Aperlindo John Manoppo kepada Bisnis, Kamis (24/9/2020).
John berpendapat bahwa diwajibkan SNI Lampu LED akan menyaring lampu impor yang selama ini berkualitas rendah dan berbahaya bagi konsumen. Menurutnya, SNI Wajib Lampu LED penting mengingat pasar lampu nasional mencapai 600 juta unit lampu.
Jhon menilai kunci penerbitan SNI wajib tersebut ada pada kemauan Kemenperin untuk melindungi konsumen. Selain itu, penerbitan SNI Wajib Swabballast LED juga akan menjadikan peluang untuk berkompetisi dengan adil di industri lampu nasional lebih baik.
John mencatat ada sekitar 547,16 juta lubang lampu rumah yang digunakan di dalam negeri. Namun demikian pangsa pasar lampu lokal hanya 25% atau terpasang dalam 136,79 juta lubang lampu. Adapun, konsumsi lampu pada 2020 diproyeksikan tumbuh sekitar 9,37% menjadi 598,4 juta lampu.
Baca Juga
Menurutnya, penerapan SNI wajib pada lampu LED swaballast dapat merangsang investasi pada industri lampu LED di dalam negeri. John menyampaikan beberapa produsen di negeri jiran melihat konsumsi lampu di dalam negeri sangat besar dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara.
"Pabrik lampu adalah pabrik padat karya. Investasi tidak besar, sekitar US$100 juta-US$200 juta. Yang penting, regulasi mendukung seperti SNI [Wajib tersedia]," jelasnya.
Kemendag pada tahun ini akan mengawasi perdagangan lampu swaballast di tiga daerah yakni Kalimantan Utara, Gorontalo, dan Papua Barat. Adapun, Gorontalo tercatat sebagai daerah yang melanggar SNI lampu sejak 2018, sedangkan Kementerian baru akan mengawasi perdagangan lampu di Kalimantan Utara dan Gorontalo.
Kemendag menyatakan bahwa akan mengirimkan surat kepada Kementerian Perindustrian maupun Kementerian ESDM terkait koordinasi pengawasan lampu LED. Oleh karena itu, Jhon menilai momentum penerbitan SNI Wajib lampu LED sangat baik tahun ini.
Di samping itu, Jhon menyatakan beberapa produsen lampu multinasional telah menyatakan niat untuk berinvestasi di dalam negeri dari Korea Selatan, China, Taiwan, Jepang, India, Thailand, dan Vietnam. Pasalnya, lanjutnya, pasar lampu di dalam negeri merupakan yang terbesar di Asia Tenggara atau sekitar 70 rumah tangga dengan tingkat elektrifikasi di level 98%.
Jhon mendata saat ini telah ada 11 pabrikan yang telah memiliki SNI lampu LED sukarela. Menurutnya, pabrikan lokal saat ini telah mampu menyesuaikan mesin agar sesuai teknologi terbaru.