Bisnis.com, JAKARTA - Operator penyeberangan dipersulit dengan adanya kebijakan pemerintah yang menjalankan short sea shipping (SSS).
Kebijakan ini dinilai para pelaku usaha sangat berpotensi menggerus pendapatan yang sudah terbatas akibat Covid-19.
Ketua DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan beroperasinya lintasan SSS menimbulkan potensi lintasan berhimpit antara satu sama lain jika tidak dikoordinasikan secara baik.
SSS merupakan pola angkutan komersial yang memanfaatkan aliran sungai dan perairan pesisir pantai untuk memindahkan barang komersial dari pelabuhan utama ke tujuan pelabuhan yang dilayani oleh SSS adalah pelabuhan domestik.
"Potensi lintasan berhimpit tersebut dapat terjadi karena perizinan yang dikeluarkan oleh 2 direktorat dalam satu Kementerian Perhubungan yaitu Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut tanpa adanya koordinasi dan batasan yang jelas, baik dari sisi jarak lintas maupun spesifikasi kapal yang digunakan," paparnya, Rabu (16/9/2020).
Menurutnya, pelaksanaan SSS ini terkesan tidak ada sinkronisasi kebijakan dalam satu kementerian terhadap moda yang sama dan segmen pasar yang sama.
Baca Juga
Hal ini jelasnya, berpotensi untuk saling membunuh antara lintasan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
"Sudah jelas bukan hanya SSS saling membunuh, pelaku usaha lama yang sudah ada layanan puluhan tahun dibunuh pendatang baru yang regulasinya tidak seimbang. Begitu bayak kebebasan tarif jadwal dan regulasi mau operasi atau tidak suka-suka saja. Sedangkan di perhubungan darat [penyeberangan] highly regulated," ujarnya.
Saat ini, sudah ada 2 rute SSS yang dijalankan oleh pemerintah. yakni lintasan Tanjung Wangi – Lembar yang berimpitan dengan lintasan penyeberangan Lembar – Padangbai dan Ketapang - Gilimanuk.
"Beroperasi mulai 7 Agustus 2020 dengan menggunakan 2 unit armada yang memiliki karakteristik yang sama dengan angkutan penyeberangan yaitu kapal RoRo Penumpang. Jumlah pasar yang beralih ke lintas tersebut sebesar kurang lebih hingga 40 persen dari data PT ASDP Agustus 2020," ujarnya.
Kedua, lintasan Surabaya – Lembar terdapat 2 perusahaan yang mengoperasikan kapal di lintas yang sama dengan perizinan yang berbeda, dimana 1 menggunakan perizinan Hubdat dan lainnya menggunakan perizinan Hubla.
Belum lagi ada rencana pengembangan lintasan Ciwandan, Banten - Panjang, Lampung yang berhimpitan dengan lintasan terpadat Merak - Bakauheni.
"Saat ini bangsa kita sedang menuju resesi ekonomi, setidaknya hingga 2 tahun kedepan. Maka penyelamatan aset bangsa untuk dapat bertahan hidup menjadi sangat penting. Sumber daya yang tersisa sangat terbatas sehingga pemerintah perlu mengatur agar tidak habis dan rusak," tegasnya.