Bisnis.com,JAKARTA- DPR berkomitmen mendorong penyelesaian hambatan terhadap pelaku usaha mebel untuk mendapatkan bahan baku kayu yang legal.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengatakan pihaknya terus memonitor perkembangan penanganan hambatan tersebut untuk kepentingan pelaku maupun negara. Sejauh ini, lanjutnya, industri mebel memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan industri domestik dan menyerap tenaga kerja.
“Komitmen menyelesaikan pekerjaan harus menjadi kunci utama semua pihak sesuai dengan tupoksi masing-masing. Dengan demikian investasi yang masuk tidak hanya asal masuk dan dalam jangka panjang justru merugikan Indonesia,” kata Rachmat, dalam keterangan pers, Rabu (16/9/2020).
Dia melanjutkan, persoalan ini terungkap dalam forum dialog pelaku mebel dan kerajinan dengan dirinya, akhir pekan lalu di Jepara, Jawa Tengah. Dalam forum itu, pelaku usaha menyatakan bahwa potensi ekspor industri mebel dan kerajinan nasional tumbuh hingga US$5 miliar dalam kurun waktu lima tahun mendatang, sangat besar.
Hal ini, lanjutnya, bisa dicapai sepanjang Pemerintah tidak menghambat pelaku industri mendapatkan bahan baku kayu legal yang kompetitif. Kalangan pelaku industri mebel meminta dihilangkannya sejumlah regulasi ekspor yang akan menekan kinerja untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal.
Terpisah, Sekjen DPP HIMKI Abdul Sobur mengatakan bahwa salah satu aspirasi yang diutarakan kepada DPR adalah dalam jangka panjang ancaman kekurangan bahan baku kayu dari dalam negeri kian nyata. Lanjutnya, saat ini Kementerian Perdagangan telah menyusun Permendag yang terkait ketentuan ekspor bahan baku kayu (log) yang tengah disinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
Draf terakhir Permendag tersebut menyepakati untuk perluasan penampang khusus untuk kayu merbau dan meranti (merah, kuning dan putih). Perluasan itu naik dari 10.000 mm menjadi 15.000 mm yang akan berlaku hingga Desember 2021 yang akan dievaluasi kembali.
Menurutnya, jika disetujui, Permendag tersebut berpotensi merusak hutan alam dan lestari, mematikan industri mebel dan kerajinan karena kehilangan bahan baku, ketergantungan impor, dan pengurasan devisa untuk impor bahan baku kayu.
“Kalau ini didiamkan, Indonesia akan kehilangan salah satu primadona ekspor dan kematian jutaan orang mulai dari pelaku hingga pekerja di sektor kayu dari hulu hingga hilir,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga berharap adanya kebijakan yang mampu mendorong tranformasi proses produki industri yang saat ini hampir sepenuhnya dikerjakan secara manual menuju penggunaan teknologi yang jauh lebih efisien seperti Computer Numerical Control (CNC) Carving Machine. Teknologi ini, tutur Sobur, merupakan sistem otomasi mesin perkakas yang dioperasikan oleh perintah yang diprogram secara digital.
China, katanya, mampu melakukan lompatan besar karena produktivitas naiknya naik tajam dan kini menguasai sekitar 39% nilai pasar global mebel yang kini sekitar US$ 450 miliar per tahun. Sebagai gambaran, dengan menggunakan teknologi CNC, perusahaan industri mebel China mampu menyelesaikan pengerjaan satu pintu hanya dalam 4 jam-5 jam, sementara di Indonesia yang mengandalkan teknologi manual membutuhkan waktu 3-4 hari.
“Kealpaan penggunaan teknologi selama ini telah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya daya saing industri mebel nasional. Akibatnya, sumber daya alam yang melimpah seperti kayu dan rotan sebagai bahan baku utama industri mebel tidak bisa menjadi andalan keunggulan industri ini di pentas global. Padahal, dari sisi bahan baku Indonesia jauh lebih unggul dibandingkan kedua negara ini,” pungkasnya.