Bisnis.com, JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB "jilid dua" di DKI Jakarta akan diberlakukan mulai Senin, 14 September 2020. Hal itu diberlakukan terkait kondisi wabah Covid-19 yang terjadi.
Dalam konferensi pers pada Minggu (13/9/2020) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan dalam penerapan PSBB kali ini, perkantoran menjadi wilayah yang menjadi fokus perhatian.
Mengomentari hal itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memberikan beberapa ulasan.
Menurut Bhima, dibandingkan dengan PSBB Jilid I, kebijakan PSBB Jilid II memang lebih ketat, khususnya di area perkantoran.
Dia menilai akibat dari pembatasan ini, efek negatif yang akan paling terlihat adalah mobilitas masyarakat ke pusat perbelanjaan.
Berdasar aturan, kapasitas pada pusat perbelanjaan hanya diperbolehkan 50 persen dan restoran hanya bisa melayani pesan antar.
Alhasil, ujar Bhima, konsumsi rumah tangga secara nasional akan semakin terkontraksi. Dengan situasi ini, Bhima memastikan resesi ekonomi pada kuartal III/2020 menjadi tidak terhindarkan.
"Pekerja yang masuk kantor ke Jakarta kan banyak dari luar Jakarta. Ojol pun meskipun beroperasi jika kantor hanya buka 25 persen, ya sama saja sebenarnya turun juga order-nya," kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (13/9/2020).
Menurut Bhima, yang penting diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta maupun Pemerintah Pusat adalah memaksimalkan PSBB di Jakarta sedisiplin mungkin tanpa pandang bulu.
Dengan begitu, jika PSBB kali ini efektif dilakukan, diharapkan pada kuartal IV/2020 penularan pandemi berhasil ditekan dan konsumsi masyarakat kembali meningkat.
Selain itu, imbuh Bhima, jika PSBB Jilid II berhasil diterapkan, pemerintah tetap tidak boleh longgar dalam penanganan pandemi, khususnya pada akhir tahun 2020, seiring dengan adanya momentum Natal dan tahun baru.
"Momentum Natal dan tahun baru di akhir kuartal IV/2020 jangan sampai lewat. Ini dengan syarat PSBB kali ini berhasil ya," tutur Bhima.
Selama PSBB Jilid II, terdapat 11 sektor usaha yang diperboleh beroperasi.
Adapun, 11 sektor bisnis yang masih diperbolehkan beroperasi adalah sektor kesehatan, bahan pangan dan minuman, energi, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), keuangan, perbankan dan sistem pembayaran pasar modal, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar utilitas publik dan industri objek vital nasional.
Namun, aturan kapasitas kantor pada 11 sektor usaha tersebut lebih diperketat. Jika pada PSBB Jilid I karyawan perusahaan di sebelas sektor tersebut boleh masuk kantor. Pada PSBB Jilid II hanya 50 persen karyawan yang boleh masuk kantor dalam waktu bersamaan.
Sementara, untuk kantor pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan kementerian, jumlah karyawan yang diperbolehkan masuk hanya 25 persen dari total karyawan.
Di samping itu, perkantoran swasta nonesensial juga diperbolehkan beroperasi, namun dengan pembatasan maksimum 25 persen pegawai di tempat kerja pada waktu yang bersamaan.