Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memastikan skema burden sharing atau menanggung beban bersama yang disepakati dengan Bank Indonesia hanya berlaku untuk tahun ini. Namun, BI disebut tetap menjadi pembeli siaga atau standby buyer surat berharga negara (SBN) hingga 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan burden sharing dengan BI dalam memenuhi pembiayaan untuk penanganan dampak dari Covid-19 khusus komponen public goods, hanya berlaku pada 2020 atau bersifat one-off.
Dampak Covid-19 yang bersifat public goods mencakup bidang kesehatan, bantuan sosial, dan belanja untuk pemulihan daerah dan sektoral. Menurut Sri Mulyani, burden sharing untuk kategori tersebut disepakati yaitu melalui private placement penerbitan SBN.
"SBN [dengan private placement] ini beban bunganya nol persen dan mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja yaitu tahun 2020," katanya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9/2020).
Menurut Sri Mulyani, di luar burden sharing untuk penanganan dampak Covid-19 yang bersifat public goods, ada juga skema yang menempatkan BI sebagai pembeli siaga dalam lelang SBN melalui pasar perdana. Skema itu akan dilakukan sampai 2022, sesuai dengan UU No. 2/2020.
Sri Mulyani mengatakan, untuk menutup defisit APBN, strategi pembiayaan yang mengacu pada UU No. 2/2020 yang disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi BI selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal.
Baca Juga
"Sesudah 2022, sesuai UU No. 2/2020, pemerintah akan kembali melaksanakan kebijakan fiskal yang diatur dalam UU keuangan negara yaitu defisit maksimal 3 persen dan rasio utang tidak boleh melebihi 60 persen dan BI tetap menjalankan fungsi moneternya secara independen," tutur Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, belakangan ini, pelaku pasar dikhawatirkan dengan polemik skema burden sharing akan tetap dilanjutkan melalui wewenang pemerintah melalui Perppu reformasi keuangan.
Pemerintah memang sedang menyusun Perppu terkait reformasi keuangan. Kajian Perppu tersebut dilakukan untuk penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan.
Pasalnya, belajar dari krisis keuangan Asia 1997 dan 1998, serta krisis keuangan global pada 2008, pandemi Covid-19 dapat memunculkan potensi potensi permasalahan pada sistem keuangan sehingga harus diwaspadai dan dideteksi secara dini.