Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Bank Indonesia Buka Celah Monetisasi Utang Terus Berlanjut

Sebagaimana diketahui, defisit APBN harus diperlebar tahun ini sejalan dengan kebutuhan pembiayaan yang meningkat untuk penanganan dampak dari pandemi Covid-19.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (17/1). Bisnis/Nurul Hidayat
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan pada jumpa pers terkait Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (17/1). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Revisi Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) dan wacana pembentukan Dewan Moneter dinilai bisa memberikan celah pada berlanjutnya monetisasi utang yang telah disepakati pemerintah dan BI.

Economist Global Treasury OCBC Bank Wellian Wiranto berpendapat pembahasan RUU BI akan memperkuat skema monetisasi utang yang seharusnya bersifat sementara untuk tahun ini.

"Alih-alih dengan tegas keluar dari monetisasi utang, amandemen tersebut berarti bahwa ada kemungkinan skenario di mana pihak berwenang dapat menambahkannya," katanya dalam laporannya, Kamis (3/9/2020).

Sebagaimana diketahui, defisit APBN harus diperlebar tahun ini sejalan dengan kebutuhan pembiayaan yang meningkat untuk penanganan dampak dari pandemi Covid-19.

Pemerintah dan BI menyepakati Surat Keputusan Bersama (SKB) pertama, di mana Bank Indonesia dapat membeli surat berharga negara (SBN) langsung di pasar perdana, sesuai dengan mekanisme pasar.

Kemudian, pemerintah dan BI kembali menyepakati SKB kedua yang lebih dikenal dengan skema burden sharing. Berdasarkan skema ini, BI akan menanggung seluruh pembiayaan yang bersifat public goods dan menanggung sebagian bunga pembiayaan untuk nonpublic goods.

Wellian menilai, jika SKB tetap berlanjut di tahun berikutnya akan menimbulkan dampak yang besar pada tekanan inflasi ke depannya, sementara pada saat yang sama BI harus dihadapkan pada keputusan independennya dalam menaikkan suku bunga acuan.

Wellian juga menyoroti wacana pembentukan Dewan Moneter. Dia menilai Dewan Moneter yang dipimpin Menteri Keuangan, akan memainkan peran utama dan instruktif dalam pengaturan kebijakan moneter.

Pasalnya, pemerintah dapat mengirim lebih dari satu menteri ke pertemuan Komite Kebijakan Moneter BI, dengan hak tidak hanya untuk berbicara tetapi juga memberikan suara.

Meski RUU BI masih belum final dan tidak semua perubahan yang diusulkan akan dimuat, namun sejauh ini telah menimbulkan kekhawatiran di pasar terkait dengan dampak RUU terhadap independensi BI dan stabilitas makroekonomi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper