Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMI Agustus Tembus 50,0, Pemangku Kepentingan Diminta Waspada

Angka Purchasing Managers's Index (PMI) Indonesia telah menembus level 50,0 per Agustus 2020 setelah 5 bulan menunjukkan posisi kontraksi.
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam
Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Angka Purchasing Managers's Index (PMI) Indonesia telah menembus level 50,0 per Agustus 2020 setelah 5 bulan menunjukkan posisi kontraksi.

Kenaikan angka PMI pada Agustus 2020 membuat grafik PMI Indonesia membentuk huruf V. Dengan kata lain, penurunan performa sektor manufaktur cepat pulih karena langsung terjadi rebound.

"Pertumbuhan output pada tingkat tercepat selama lebih dari 6 tahun karena bisnis terus menyesuaikan diri dengan melonggarnya pembatasan Covid-19," ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw dalam keterangan resmi, Selasa (1/9/2020).

Per Agustus, angka PMI nasional berada di level 50,8 atau naik 390 basis poin (bps) dari realisasi Juli 2020 di level 46,9. Secara tahunan, realisasi PMI Agustus 2020 naik 180 bps dari posisi Agustus 2019 di level 49,0.

Namun demikian, sejauh ini rata-rata PMI kuartal III/2020 masih berada di posisi kontraksi atau di level 48,8. Dengan kata lain, PMI September 2020 setidaknya harus menyentuh angka 52,3 atau naik 150 bps secara bulanan agar rata-rata PMI kuartal III/2020 berada di posisi netral.

Bernard menemukan bahwa tingkat permintaan dan serapan tenaga kerja berangsur membaik pada Agustus 2020. Hal tersebut disebabkan oleh kepercayaan bisnis yang mulai membaik pada Juli 2020.

Alhasil, Bernard meramalkan perekonomian nasional akan bangkit lebih kuat setelah jatuh pada kuartal II/2020. Adapun, rata-rata PMI pada kuartal II/2020 berada di posisi 31,7 dengan PMI terendah terjadi pada April 2020 atau di level 27,5.

Dari segi harga, kenaikan harga bahan baku dan nilai tukar yang tidak menguntungkan telah meningkatkan biaya operasional. Walakin, kenaikan biaya produksi hanya sebagian dibebankan kepada pelanggan karena pabrikan sedikit menaikkan harga jual.

Bernard menyatakan peningkatan PMI pada medio kuartal III/2020 didorong oleh permintaan pasar lokal. Pasalnya, permintaan di pasar global masih berlanjut lemah, seiring dengan penurunan permintaan ekspor baru yang kembali turun tajam per Agustus 2020.

Bernard menilai ada potensi bahwa pertumbuhan permintaan per Agustus merupakan hasil dari permintaan yang tertunda karena pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Oleh karena itu, kebutuhan kembali diketatkannya PSBB dinilai dapat mendisrupsi pemulihan aktivitas sektor manufaktur.

"Permintaan harus terus membaik dalam beberapa bulan ke depan, tapi yang ditakutkan [selain pengetatan PSBB] adalah meningkatnya pengangguran dapat merusak pemulihan," ujar Bernard.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper