Bisnis.com, JAKARTA - Komisi VII DPR RI tidak setuju dengan usulan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk meminta relaksasi target waktu penyelesaian pembangunan smelter atau fasilitas pengolahan dan permunian di Gresik, Jawa Timur hingga 2024.
Adapun proyek tersebut ditargetkan dapat beroperasi komersial pada Desember 2023.
Para anggota Komisi VII meminta agar situasi pandemi Covid-19 tidak dijadikan alasan PTFI untuk menunda pengerjaan pembangunan smelter. Mereka menilai pergeseran waktu penyelesaian pembangunan smelter akan merugikan Indonesia.
"Bila ditunda dalam jangka panjang, tentunya terdapat banyak dampak negatifnya, seperti terjadi kerusakan lingkungan hidup, masalah dampak sosial. Saya khawatir apabila terjadi pergeseran dampaknya ke Indonesia merugikan," ujar Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar Rudy Mas'ud, dalam rapat dengar pendapat, Kamis (27/8/2020).
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Nasdem Rico Sia juga tak setuju bila pengerjaan smelter PTFI molor dari waktu yang telah ditentukan sebab pemerintah Indonesia juga ikut bagian dalam pembangunan smelter.
"Kalau begitu berarti tidak boleh dimundurkan ke 2024 karena akan sangat merugikan Indonesia, apalagi ada pinjaman yang begitu besar," katanya.
Baca Juga
Senada, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Rofik Hananto menilai pemberian izin untuk penundaan pengerjaan smelter kepada PTFI merupakan bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Kalau seandainya pemerintah memberikan relaksasi tenggang waktu itu sama saja pemerintah langgar undang-undang. Makanya, kami sangat tidak setuju alasan apapun untuk penundaan sampai 2024," katanya.
Dia juga meminta PTFI tak lagi menyampaikan pernyataan yang menyebut bahwa proyek smelter tembaga tidak menguntungkan. Menurutnya, proyek tersebut nantinya akan memberikan nilai tambah yang menguntungkan Indonesai, serta dapat membuka lapangan kerja baru.
Dalam rapat dengar pendapat hari ini, Wakil Presiden Direktur PTFI Jenpino Ngabdi menyampaikan hingga Juli 2020, kemajuan pengerjaan fisik smelter katoda tembaga baru mencapai 5,86 persen dari target yang direncanakan 10,5 persen.
Dia menjelaskan realisasi yang masih di bawah target tersebut karena pengerjaan terkendala situasi pandemi Covid-19. Kontrak engineering procurement construction (EPC) terkait biaya dan waktu penyelesaian proyek, kata Jenpino, belum bisa difinalisasi karena kontraktor EPC dan vendor internasional terkendala pembatasan di negara masing-masing akibat situasi pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, pihaknya mengajukan permohonan relaksasi target waktu penyelesaian pembangunan smelter katoda tembaga yang semula ditargetkan selesai pada Desember 2023, mundur selama 12 bulan ke 2024.
"Dari sisi biaya, vendor belum bisa menawarkan harga final. Dari sisi waktu, penundaan akibat Covid ini sudah berjalan 6 bulan, sehingga bila dipaksakan selesai akhir 2023, kontraktor EPC menyatakan tidak sanggup menyelesaikan," kata Jenpino.
"Sehingga diperlukan revisi jadwal baru. Apabila memungkinkan agar kami diberi kelonggaran penyelesaian smelter hingga 2024," kata Jenpino menambahkan.
Komisi VII pun mendesak Dirjen Minerba Kementerian ESDM agar target pembangunan smelter pada 2023 dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Untuk itu Dirjen Minerba diminta tidak memberikan relaksasi berupa penundaan pembangunan smelter PTFI.