Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Indonesia Bisa Turun Kelas, Ini Penjelasan Faisal Basri

Hal itu diungkapkan dalam webinar bertajuk Indonesia 'Naik Kelas' yang dihelat Cambridge Indonesia Association, Sabtu (15/8/2020).
Pengamat Ekonomi Faisal Basri memaparkan materinya pada seminar Prediksi Ekonomi 2018: Economy and Capital Market Outlook 2018 dengan tema At The Crossroad, di Jakarta, Kamis (9/11)./JIBI-Abdullah Azzam
Pengamat Ekonomi Faisal Basri memaparkan materinya pada seminar Prediksi Ekonomi 2018: Economy and Capital Market Outlook 2018 dengan tema At The Crossroad, di Jakarta, Kamis (9/11)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi nasional diduga masih memiliki banyak tantangan untuk dapat disebut kembali naik kelas dan mencapai kemerdekaan. Bahkan, Indonesia dinilai berpotensi turun kelas akibat pandemi Covid-19.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menyebutkan Indonesia sudah mamasuki kelas upper middle income dan terus berupaya untuk masuk ke kelas lebih lanjut yakni high middle income dengan gross national income per capita di atas US$12.535.

Namun, masih banyak tantangan yang perlu tetap diperhatikan seperti tidak meratanya kekayaan, indeks kapitalisme-kronis, dan rendahnya belanja untuk penelitian dan pengembangan.

"Bahkan sebenarnya kita justru memiliki potensi untuk turun kelas karena adanya potensi kontraksi ekonomi tahun ini," katanya dalam webinar bertajuk Indonesia 'Naik Kelas' yang dihelat Cambridge Indonesia Association dalam rangka menyambut 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Sabtu (5/8/2020).

Dia menjelaskan data indeks inekualitas nasional telah berada di bawah 0,4, yang artinya sudah bagus. Namun, indek kepemilikan 10 persen kekayaan orang kaya di Indonesia justru masih tinggi yakni mencapai 74,3 persen.

Di samping itu, indeks kapitalisme-kronis masih tinggi yakni 3,8. Ini menunjukkan kecilnya kesempatan individu untuk mencapai kesuksesan dengan kemampuan pengetahuannya.

Faisal menyebutkan belanja negara untuk penelitian dan pengembangan sangat rendah. Kementerian Ristek bahkan harus rela mendapat pemangkasan belanja menjadi Rp2 triliun dari pagu awal Rp42 triliun.

Berbanding jauh dari Kementerian Pertahanan yang belanjanya masih tinggi di Rp122 triliun pada tahun ini.

Hal ini tercermin juga pada porsi ekspor teknologi tinggi yang sangat rendah yakni 8 persen, dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang porsinya mencapai 52 persen.

"Trennya ini juga turun, dari 2010 yang masih berada di 12 persen dari ekspor manufaktur nasional."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper