Bisnis.com, JAKARTA — Sektor perhotelan masih membutuhkan stimulus tambahan untuk kembali bergeliat di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan bahwa pemerintah telah memberi stimulus dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 sebagai perluasan PMK 23 yang mengatur tentang pemberian insentif berupa subsidi PPh 21, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen. Stimulus tersebut hingga saat ini belum berdampak pada sektor perhotelan.
"Namun, untuk stimulus listrik sangat berpengaruh pada sektor perhotelan. Stimulus yang lain, PMK 44 ini belum ada pengaruhnya," ujarnya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Hariyadi menuturkan bahwa para pengusaha hotel masih membutuhkan tambahan stimulus untuk kembali bergairah di tengah pandemi Covid-19. Stimulus tersebut berupa relaksasi pembayaran biaya penggunaan listrik dan gas untuk sektor industri pariwisata.
Menurutnya, pengusaha tentu ingin membayar tagihan listrik dan gas sesuai dengan penggunaan, tetapi keberatan apabila membayar sebesar minimum charge. Hal itu dikarenakan lebih bayar (overpaid), apalagi mayoritas hotel atau lebih dari 90 persen sudah mencatat kerugian keuangan dan cadangan modal kerja mereka juga juga sudah menipis.
"Kami juga menghadapi biaya listrik dan gas yang sangat memberatkan karena kami membayar di atas daripada penggunaan atau minimum charge. Diperkirakan pajak bumi dan bangunan bulan Agustus juga banyak yang tidak bisa bayar karena kondisi kas bonnya berat," katanya.
Baca Juga
Selain itu, stimulus yang diperlukan yakni relaksasi PPh 25, relaksasi pembayaran PBB tahun 2020, relaksasi pajak reklame, relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Hariyadi mengusulkan agar pemerintah dapat menyubsidi langsung pengusaha hotel dengan cara membeli 20 persen okupansi kamar per bulan selama 6 bulan. Hal ini agar membuat perusahaan hotel bisa bertahan.
"Kami juga sudah menghitung terkait simulasi stimulus modal kerja. Berdasarkan perhitungan kami, seluruh hotel dan restoran Indonesia membutuhkan modal kerja Rp21,30 triliun untuk 6 bulan operasional. Kami perlu subsidi dari pemerintah untuk biaya operasional perusahaan dan penambahan modal kerja," ucapnya.
Dia berharap agar pemerintah segera melakukan belanja operasional seperti perjalanan dinas, akomodasi penyewaan ruang pertemuan, dan katering. Tak hanya itu, dia juga berharap agar keberadaan maskapai penerbangan dengan rute penerbangannya tetap dipertahankan sebagai penyedia konektivitas antarpulau.