Kendala Ekspor
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian mengungkapkan hambatan ekspor produk kopi olahan ke sejumlah negara.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim mengatakan ekspor kopi Indonesia ke Maroko dikenakan tariff 10 persen. Hal ini juga terjadi di Brasil, mengingat negara ini pun penghasil kopi.
“Tarif ini kalau bisa diturunkan akan sangat baik bagi produk kopi Indonesia,” kata Rochim saat menghadiri seminar web yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bertajuk Seller Market Orientation, Rabu (22/7/2020).
Di Malaysia, sejak 2014 kopi Indonesia perlu memiliki lisensi impor dan menyertakan sertifikat phytosanitary dengan tambahan pernyataan telah melakukan penindakan yang tepat sebelum dilakukan impor.
Selain itu, terdapat amandemen peraturan pangan tahun 1985 yakni produk impor yang diperjualbelikan di dalam negeri harus mendapat persetujuan khusus.
“Jadi, importir di sana terkadang meminta persyaratan macam-macam dan ini tidak mudah. Untuk itu, mohon perwakilan Indonesia di Malaysia bisa memfasilitasi hal ini,” tambahnya.
Selain itu, ekspor kopi ke Korea Selatan juga mengalami hambatan karena penetapan standar baru untuk produk makanan yang mengatur tingkat kontaminan, zat aditif dan keamanan makanan, kesehatan manusia, batas residu maksimum, dan penggunaan pestisida.
Sementara itu, ekspor kopi ke Jerman masih terkendala karena adanya standar keamanan pangan yang mengatur level maksimum kandungan mycotoxins untuk produk kopi instan dan kopi sangrai.
Hambatan juga terjadi di Filipina, ekspor kopi nasional memerlukan adanya Standar Nasional Filipina (PNS) tentang Kode Praktik untuk pengolahan radiasi makanan, dan Good Agriculture Practices untuk kopi.
“Namun, terdapat ceruk baru pasar dunia untuk single-origin coffee atau kopi yang berasal dari daerah. Ini sangat diminati. Kalau tidak salah sudah ada delapan atau sembilan yang memiliki standar sertifikat indikasi geografis. Mudah-mudahan semakin banyak yang mendapatkan sertifikat ini,” tambahnnya.