Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat okupansi sektor ritel sepanjang semester pertama tahun ini mengalami penurunan sebesar 0,1 persen secara tahunan yakni 86,7 persen. Ada kecenderungan, pemilik ruang ritel akan menaikkan tarif sewa tahun depan.
Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan bahwa tingkat okupansi ritel sebesar itu berada dalam kondisi stagnan.
"Pada semester [pertama] ini, segala bentuk pandemi secara tercatat di atas kertas belum terlalu terlihat. Mungkin akan kita lihat dalam beberapa bulan ke depan. Tingkat okupansi mal grade A stabil pada periode ini," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (23/7/2020).
Untuk tingkat keterisian mal di kelas (grade) C berada pada posisi yang rentan sehingga perlu ada strategi bertahan pada masa yang menantang seperti saat ini. Pasalnya, mal kelas atas dinilai lebih mampu beradaptasi menerapkan protokol kesehatan dengan penerapan teknologi pintar.
"Ritel kelas C perlu memikirkan strategi bertahan pada era ini karena menghadapi new normal banyak hal yang diadaptasi, banyak hal perlu dipertimbangkan untuk diterapkan dan untuk memacu penjualan," katanya.
Menurut Syarifah, walaupun okupansi ruang ritel terbilang masih stabil pada kisaran 86 persen, peritel cenderung memberi keringanan waktu pembayaran pada penyewa lama untuk memelihara okupansi.
Baca Juga
Operasional ritel dengan berbagai pembatasan seperti kapasitas pengunjung, disinyalir menurunkan omset peritel yang berimplikasi pada permintaan renegosiasi harga sewa.
Secara umum, harga sewa relatif stabil dengan beberapa pengelola ritel siap bernegosiasi untuk kesepakatan baru. Namun, ada indikasi kenaikan harga sewa sebesar 0,5 persen ke depan.
"Manajemen sulit mempertimbangkan pemberian harga khusus penyewa baru karena penyewaan ritel tengah berada di tekanan. Untuk kelas B dan C, harus menurunkan harga hampir 15 persen dari harga sewa," ucap Syarifah.
Setelah penutupan pada April dan Mei karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB), beberapa usaha ritel masih dapat beroperasi,seperti pasar swalayan besar (supermarket), toko obat, peralatan rumah tangga, alat kesehatan.
Konversi ruang ritel menjadi rumah sakit penanganan pandemi terjadi di beberapa lokasi, ditambah renovasi ritel di kawasan pusat niaga berdampak atas menurunnya suplai ruang ritel di Jakarta.
Hingga semester pertama tahun ini, pasokan ritel di Jakarta mencapai 4,74 juta meter persegi yang terdiri atas ruang sewa yang mencapai 3,09 juta meter persegi dan ruang jual mencapai 1,65 juta meter persegi. "Tidak ada penambahan ruang sewa sejak 2018 hingga kini."