Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa masih berdiskusi dengan PT Pertamina (Persero) terkait dengan pengembangan bahan bakar minyak yang berasal dari kelapa sawit.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengungkapkan bahwa pada saat ini tahap pengembangan bahan bakar dari sawit 100 persen itu masih dalam pengujian.
Sementara itu, proses tahap pengujian berlangsung, pihaknya juga tengah mengkaji sisi keekonomian dari bahan bakar nabati tersebut.
"Mengenai dukungan dari Pemerintah masih didiskusikan," katanya kepada Bisnis, Senin (21/7/2020).
Sebelumnya, Feby mengatakan bahwa selain mengimplementasikan penggunaan bahan bakar yang berasal dari campuran solar dan fatty acid methyl ester (FAME) sebanyak 30 persen, pemerintah mendorong pengembangan green fuel berbasis sawit.
Pemerintah, lanjutnya, tengah menggandeng Pertamina untuk melakukan pengembangan green fuel di kilang-kilang yang berada di sentra produksi sawit, baik secara co-processing di kilang-kilang existing, maupun ke depannya dengan pembangunan kilang baru (stand alone) yang didedikasikan untuk green fuel.
Baca Juga
Saat ini, kata dia, Pertamina telah berhasil menginjeksikan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) pada unit Distillate Hydrotreating Refinery Unit (DHDT) di beberapa kilang eksisting dengan menggunakan katalis Merah-Putih.
Feby menjelaskan untuk Refinery Unit II, Dumai, Pertamina juga uji coba secara bertahap yang dimulai dari campuran 7,5 persen, 12,5 persen hingga 100 persen.
Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap produk-produk bahan bakar nanabti, saat ini Pemerintah sedang menyusun usulan nomenklatur untuk bahan bakar nabati, yaitu Biodiesel dengan kode B100, Bioetanol (E100), Bensin biohidrokarbon (G100), Diesel biohidrokarbon (D100), dan avtur biohidrokarbon (J100).