Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha cenderung menahan ekspansi rumah potong hewan unggas di tengah ketidakpastian pasar di tengah pandemi.
Meski konsumsi daging ayam beku diperkirakan meningkat, pembangunan rumah potong hewan unggas (RPHU) lebih banyak terlaksana sebagai kelanjutan dari investasi pada 2019.
“Bagaimana pun investasi harus tetap berjalan, tapi untuk memulai pembangunan unit baru tahun ini sepertinya tertahan karena Covid-19 yang tak menentu,” ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) P. Nono saat dihubungi Bisnis, Kamis (16/7/2020).
Menurut Nono, serapan daging ayam sendiri cenderung menurun sejak kasus Covid-19 ditemukan pertama kali pada awal Maret lalu yang disusul dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sampai Mei. Hal ini berimbas pada meningkatknya stok daging ayam di ruang pendingin dan minimnya serapan dari bisnis hotel, restoran, dan katering yang lantas memicu anjloknya harga.
Meski demikian, Nono menjelaskan bahwa harga ayam beku cenderung membaik sejak PSBB di Ibu Kota mulai direlaksasi. Kondisi ini pun turut dipengaruhi oleh kebijakan pemangkasan populasi yang belum lama ini diinstruksikan oleh pemerintah kepada usaha pembibitan ayam.
Pembangunan RPHU sendiri menjadi salah satu kewajiban bagi pelaku usaha perunggasan sebagaimana tercantum dalam Permentan No 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Baca Juga
Dalam Pasal 12 aturan itu disebutkan bahwa kewajiban memiliki RPHU dan rantai dingin dibebankan pada pelaku usaha integrasi, peternak mandiri, atau koperasi yang memproduksi ayam ras potong (livebird) dengan kapasitas produksi paling rendah 300.000 ekor per minggu.
Sementara itu, Dewan Pembina Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (Gopan) Tri Hardiyanto mengemukakan bahwa aturan tersebut sejatinya memiliki tujuan yang baik dalam mengatur rantai pasok daging ayam.
Meski demikian, katanya, implementasi belumlah maksimal karena sebagian produksi daging ayam masih mengalir ke pasar basah alih-alih ke rantai pasok dingin.
“Selama 3 tahun terakhir serapan pemotongan RPHU masih 20 persen, padahal dengan pasal ini seharusnya bisa mencapai minimal 50 persen dan membantu menjadi buffer saat harga ayam hidup hancur,” papar Tri dalam diskusi daring yang digelar oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) pada Kamis (16/7/2020).