Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha unggas terintegrasi mengaku siap memenuhi kewajiban pembangunan rumah potong hewan unggas (RPHU) menyusul rencana revisi Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Kendati demikian, masa pemenuhan kewajiban yang ditetapkan selama 3 tahun dinilai terlalu pendek.
Dalam rancangan beleid terbaru, pelaku usaha perunggasan diwajibkan untuk memiliki RPHU dan fasilitas rantai dingin yang mampu menampung seluruh produksi internal. Kewajiban ini harus dipenuhi secara bertahap selama 3 tahun dengan persentase capaian sebesar 20% pada tahun pertama, 60% pada tahun kedua, dan 100% pada tahun ketiga.
Rancangan ini sekaligus mengubah aturan kewajiban RPHU dalam aturan yang saat ini berlaku. Dalam pasal 12 Permentan Nomor 32 Tahun 2017, kewajiban memiliki RPHU dan rantai dingin dibebankan pada pelaku usaha integrasi, peternak mandiri, atau koperasi yang memproduksi ayam ras potong (livebird) dengan kapasitas produksi paling rendah 300.000 ekor per minggu.
"Sebetulnya kalau mau bicara jujur, dalam waktu tahun tidak mungkin untuk mencapai pembangunan sebanyak itu. Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk membangun RPHU ini," ujar Presiden Direktur Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Tjiu Thomas Effendy saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Thomas tidak memperinci berapa banyak ayam ras broiler yang diproduksi perusahaan secara internal. Namun, ia menyebutkan produksi internal perusahaan berada dalam jumlah yang kecil dan sebagian besar produksi bibit ayam potong usia sehari final stock (day old chick/ DOC FS) yang diproduksi dan dikembangkan oleh peternak mitra.
"Produksi internal kami sebenarnya sangat kecil, yang besar adalah hasil kerja sama dengan kemitraan. Karena kemitraan itu mereka yang benar-benar beternak. Tapi karena ada fluktuasi harga jadi risiko itu kami bantu sehingga plasma tak perlu menanggung risiko dalam beternak. Mereka hanya fokus bagaimana ayamnya cepat besar," ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, produksi DOC FS emiten dengan kode saham CPIN tersebut selama Juli 2019 tercatat mencapai 90,21 juta ekor. Jika merujuk pada data tersebut, produksi total CPIN, internal maupun mitra, tercatat mencapai 3 juta ekor.
Thomas mengemukakan sampai saat ini, perusahaan menargetkan realisasi RPHU dengan kapasitas 308.000 ekor per hari sampai akhir 2019. Sementara untuk setahun mendatang, perusahaan menargetkan dapat mengoperasikan RPHU dengan kapasitas total 765.000 ekor per hari.
"Target ini terus kami kejar. Tapi kalau untuk seluruh kapasitas produksi, saya kira bahkan kompetitor lainnya kesulitan mencapai itu. Tapi kami akan berusaha kebut," ujarnya.