Bisnis.com, JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI curhat kepada Komisi VI DPR soal pendapatannya yang kini terjun bebas menjadi hanya Rp300-400 juta per hari.
Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan sebelum adanya pandemi Covid-19, pendapatan perseroan mampu menembus Rp23 miliar. Adanya pandemi membuat operasional tidak bisa berjalan secara maksimal.
"Pendapatan di masa pandemi virus corona ini hanya menyisakan 7 persen dari angkutan penumpang. Biasanya kami berhasil mengumpulkan pendapatan hingga Rp23 miliar per hari, kini pendapatan hanya Rp300-400 juta," kata Didiek paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Selasa (30/6/2020).
Di sisi lain, pemerintah yang belum membayar subsidi angkutan penumpang kereta rel listrik sebesar Rp257,87 miliar, terdiri atas kurang bayar pada 2015, 2016 dan 2019 hasil audit BPK.
Didiek mengatakan pemerintah saat ini memiliki kekurangan bayar terhadap subsidi atau public service obligation (PSO) yang dijalankan oleh perseroan melalui pelayanan KRL.
"Mengenai kekurangan pembayaran pemerintah atas PSO tahun 2015, 2016, dan 2019 hasil audit BPK. Hasil PSO sebagaimana dimaksud dinyatakan pemerintah membayarkan lebih kecil, kekurangannya pun diusulkan dianggarkan APBN," paparnya.
Baca Juga
Namun demikian, perseroan telah berhasil menunda pembayaran angsuran utang dan suku bunganya kepada perbankan pada April-Desember 2020 sebagai dampak dari pandemi virus corona yang membuat likuiditas lebih ketat.
Didiek sudah melakukan negosiasi kepada seluruh perbankan terkait utang dan bunganya sehingga mendapatkan relaksasi pembayaran utang.
"KAI sudah melakukan negosiasi suku bunga investasi kepada semua perbankan terkait jadi alhamdulillah sudah disetujui penurunan suku bunganya," paparnya.
Adapun, angsuran utang mulai April sampai Desember 2020 KAI mendapatkan relaksasi berupa restrukturisasi utang sampai dengan Maret 2021. Hal ini terangnya, tentu mengurangi beban tekanan karena adanya penurunan pendapatan di tengah pandemi virus corona.