Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan mengincar pasar Jepang sebagai tujuan ekspor setelah negara tersebut mulai membuka diri dan mulai lepas dari pandemi Covid-19.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan peluang ini penting untuk dimanfaatkan dengan maksimal oleh para pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM).
“Pemerintah Jepang menetapkan kebijakan untuk membangun rantai pasok yang lebih berkelanjutan, terutama dengan semakin pulihnya Jepang dari Covid-19. Hal tersebut menjadi peluang yang harus dimanfaatkan Indonesia untuk mengisi kekosongan dan meningkatkan laju ekspor ke pasar Jepang,” ujar Mendag Agus dalam siaran persnya, Jumat (19/6/2020).
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kemendag, Kasan, mengatakan, Kemendag telah melakukan kebijakan memitigasi dampak pandemi Covid-19.
“Mencermati kinerja dan situasi saat ini, Kemendag telah melakukan kebijakan strategis memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja ekspor, antara lain melalui memudahkan proses perizinan dan memberikan bantuan fasilitasi kepada para eksportir yang terdampak,” ujar Kasan.
Kasan menjelaskan, pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan bagi hampir seluruh negara di dunia, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Baca Juga
Meski angka kasus Covid-19 terus meningkat di berbagai kawasan, namun di beberapa negara Asia, khususnya Jepang, pandemi Covid-19 telah menunjukkan pemulihan yang diindikasikan penurunan jumlah kasus aktif dan kasus baru.
Dengan kondisi tersebut, Pemerintah Jepang telah mencabut status “state of emergency” sehingga kegiatan sosial dan ekonomi Jepang pulih kembali secara berangsur dengan istilah “new lifestyle”.
Pada sisi ekonomi, pandemi Covid-19 telah memberikan “wake up call” bagi transformasi perekonomian Jepang yang selama ini bergantung pada China sebagai basis manufaktur.
Untuk itu, Pemerintah Jepang mulai memikirkan rantai pasok global baru dari negara lain sebagai alternatif yang baru.
Untuk itu, lanjut Kasan, guna meraih peluang mengisi rantai pasok global tersebut, para perwakilan perdagangan di luar negeri, baik Atase Perdagangan maupun ITPC, diharapkan dapat terus menyampaikan informasi pasar kepada pelaku usaha, serta melakukan promosi ekspor dan penjajakan kesepakatan (secara virtual) sehinga dapat menghasilkan transaksi dagang bagi para pelaku ekspor, khususnya UKM.
“Kami berharap pelaku UKM tetap optimis dan menjadikan krisis ini sebagai momentum yang baik untuk akselerasi sehingga dapat memanfaatkan peluang ekspor ke pasar Jepang secara optimal,” jelas Kasan.
Untuk memfasilitasi pelaku usaha dalam memanfaatkan peluang pasar Jepang, Atase Perdagangan Tokyo Arief Wibisono dan Kepala ITPC Osaka Ichwan Joesoef menyatakan akan berkolaborasi menyelenggarakan sesi lokakarya (workshop) virtual sebanyak lima kali secara berkala hingga September 2020 bersama para importir Jepang.
Lokakarya akan digelar berdasarkan lima produk ekspor utama ke Jepang, yaitu makanan dan minuman; energi terbarukan; agrikultur dan hortikultura; mold, die and automotive parts; serta furnitur dan peralatan rumah. Melalui lokakarya tersebut, para importir Jepang akan berbagi pengetahuan dan pengalaman agar para pelaku usaha Indonesia dapat menembus pasar Jepang.
Adapun pada periode Januari—April 2020 total perdagangan Jepang dengan Indonesia mengalami penurunan 9,95 persen dari US$10,7 miliar menjadi US$9,66 miliar dan Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar US$8,13 juta.
Adapun nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang pada periode yang sama tercatat sebesar US$4,47 miliar, dengan produk ekspor utama meliputi batubara, potongan logam mulia, konduktor listrik, nikel, dan karet.