Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) membagikan dividen senilai Rp8,5 triliun atas kinerja periode tahun buku 2019.
Berdasarkan laporan keuangan 2019, perusahaan pelat merah itu mencatatkan total pendapatan usaha pada 2019 senilai US$54,58 miliar dengan aset US$67,08 miliar.
Fajriyah Usman, VP Corporate Communication menjelaskan bahwa sepanjang tahun lalu perseroan melalui tantangan perekonomian sepanjang 2019 yang masih mengalami tekanan sejalan dengan dinamika global.
Selain itu, terdapat sejumlah beberapa sentimen yang mempengaruhi kinerja sektor migas seperti nilai ICP yang masih cukup tinggi di level US$62 per barel dan kurs yang cenderung menguat di kisaran Rp14.146.
Dari situ, Pertamina mengantongi laba bersih senilai US$2,53 miliar atau Rp35,8 triliun sepanjang periode tahun lalu.
Fajriyah menjelaskan, pencapaian kinerja keuangan tersebut turut dipengaruhi oleh sejumlah pencapaian penting yang didukung oleh peningkatan kinerja operasi dan efisiensi dari berbagai inisiatif dan langkah terobosan yang dilakukan untuk mewujudkan pencapaian visi perusahaan menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.
Baca Juga
“Dengan dinamika dan tantangan bisnis selama 2019, kami bersyukur Pertamina dapat menorehkan berbagai pencapaian dan mempertahankan laba bersih stabil, sama dengan tahun sebelumnya,” ujarnya dalam keterangan resminya, Kamis (18/6/2020).
Sementara itu, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan yang dilaksanakan pada Kamis 18 Juni 2020 di Jakarta, selain mengesahkan laporan keuangan Pertamina tahun buku 2019 yang telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, Pemegang Saham memutuskan setoran dividen tunai sebesar Rp8,5 triliun.
"Dividen ini meningkat 7 persen dibandingkan setoran dividen tahun lalu yang sebesar Rp7,95 triliun," jelasnya.
Pada 2018, Pertamina mengantongi laba bersih US$2,35 miliar dengan total pendapatan usaha US$57,93 miliar. Sama seperti tahun lalu, Pertamina juga membagikan dividen tunai Rp 7,95 triliun pada 2018.
Sementara itu, dari sisi operasional, Pertamina konsisten untuk terus mewujudkan ketahanan energi nasional, dimulai dari survey seismik yang masif untuk menemukan cadangan migas baru yang diharapkan sebagai giant discovery bagi Indonesia.
Selanjutnya, meskipun tanpa major akuisisi, Pertamina mampu mempertahankan produksi migasnya pada tahun 2019 melalui kegiatan operasional yang intensif yaitu pengeboran 322 sumur pengembangan, 14 sumur eksplorasi dan melakukan 751 kegiatan workover, serta 13.683 well services.
“Saat ini, Pertamina telah memiliki lapangan migas yang yang tersebar di 13 negara di benua Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa. Dari lapangan tersebut, kami berharap dapat mendukung aspirasi Pemerintah mencapai 1 juta bopd dan 4.000 mmscfd pada 2024,” ungkapnya.
Selain itu, untuk mendukung ketahanan ekonomi negara, pada tahun 2019, menurut Fariyah, Pertamina juga mencatat capaian penting dengan adanya penurunan nilai impor crude sebesar 35 persen dan produk sebesar 11 persen. Langkah ini dapat menghemat devisa sebesar US$7,3 miliar atau Rp109 triliun.
Sejak awal 2019, Pertamina juga telah menyetop impor solar dan avtur pada Februari dan Maret. Bahkan, saat ini Pertamina mencatat volume penjualan Avtur di pasar luar negeri yang terus meningkat mencapai 754 ribu KL dan melayani airline domestik dan international di 40 bandara dari 20 negara.
“Untuk menekan impor migas, Pertamina juga terus melanjutkan komitmen implementasi B30 lebih cepat pada November 2019, yang target pada Januari 2020,” jelasnya.
Fajriyah menambahkan, Pertamina juga terus memperluas akses pelayanan energi untuk menjangkau seluruh pelosok negeri.
Sampai dengan akhir 2019 Pertamina telah menyelesaikan 161 titik BBM 1 harga yang tersebar di wilayah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar) di seluruh Indonesia. Realisasi itu melebihi target yang ditetapkan pemerintah dan berdampak semakin banyak masyarakat di wilayah 3T yang dapat menikmati harga BBM yang sama dengan daerah lainnya.
Selain itu, untuk memperluas jangkauan layanan, Pertamina membangun 48 Pertashop dan 253 km tambahan jaringan pipa gas, sehingga saat ini mencapai lebih dari 10.000 KM jaringan pipa gas terpanjang di Asia Tenggara untuk penyediaan gas industri & hampir 400.000 Jargas sambungan rumah tangga yang meningkat 22 persen dari tahun 2018.
"Tidak hanya itu, pembangunan 21 lokasi storage TBBM, 8 lokasi storage Avtur dan 2 Kapal General Purpose pun dijalankan untuk memastikan kehandalan supply dan distribusi BBM di seluruh Indonesia," imbuhnya.
Pada pelaksanaan proyek, pada 2019 Pertamina tetap mengejar penyelesaian Proyek Strategis pengembangan dan pembangunan kilang baru.
Pada medio 2019, Pertamina telah menuntaskan Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) sehingga dapat meningkatkan kualitas produk BBM dari standar Euro 2 menjadi Euro 4, dan dengan volume produksi yang naik dari 1 juta barel menjadi 1,6 juta barel per bulan.
“Dengan kinerja operasional dan keuangan yang baik, Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar Fortune Global 500 dan berada di peringkat 175 atau naik 78 tingkat dari sebelumnya di peringkat 253. Posisi ini akan menjadi kebanggaan bagi Pertamina dan Indonesia,” tandas Fajriyah.