Bisnis.com, JAKARTA - Rencana penghapusan produk BBM berkualitas rendah bisa menjadi waktu yang tepat untuk melakukan reformasi subsidi energi.
Widyawan Prawiraatmadja, Dosen Senior SBM ITB menilai, dengan penghapusan produk BBM seperti Premium dan Pertalite, pemerintah nantinya bisa merubah sistem subsidi menjadi yang lebih tepat sasaran.
Menurut dia, pemerintah tidak perlu lagi menggelontorkan subsidi kepada suatu produk yang akhirnya bisa dinikmati seluruh golongan masyarakat.
"Subsidinya bukan dihilangnkan tapi ditujukan sesuai dengan targetnya, jadi kalau misalnya untuk ditargetkan untuk dibantu untuk kelompok 40 persen kebawah ya subsidinya untuk orang tersebut," katanya dalam webinar yang diadakan Sekolah Kebijakan Publik yang dipandu Sudirman Said, Rabu (17/6/2020) malam.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Indonesia masih mengkonsumsi jenis BBM jenis RON 88 dalam jumlah yang besar dalam kurun waktu lima tahun terkahir.
Padahal, negara-negara di dunia telah meninggalkan BBM berkualitas rendah itu.
Pada 2015, Indonesia mengkonsumsi 28,12 juta kiloliter (KL) BBM jenis RON 88, 21,78 juta KL pada 2016, dan terus menyusut menjadi 12,52 juta KL pada 2017, dan 10,75 juta KL pada 2018, serta 11,72 KL pada 2019.
Baca Juga
Untuk konsumsi bensin RON 88 Januari - Mei 2020 tercatat sebanyak 3,82 juta KL.
Sementara itu, konsumsi BBM jenis RON 90 terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun terkahir. Secara berturut-turut dari 2015 – 2019 konsumsi BBM jenis RON 90 adalah 373.030 KL, 5,85 juta KL, 14,50 KL, 17,76 juta KL, 19,42 juta KL.
Adapun, konsumsi bensin RON 90 Januari - Mei 2020 tercatat sebanyak 4,78 juta KL sepanjang 2020.
Di sisi lain, untuk jenis RON 95 justru konsumsinya cenderung stagnan dalam kurun waktu lima tahun ke belakang. BPH Migas mencatat, konsumsi BBM jenis Ron95 sejak 2015 - 2019 ialah 259.715 KL, 289.044 KL, 125.584 KL, 117.410 KL, 120.712 KL. Sementara itu, pada Januari – Mei 2020 sebesar 31.630 KL.
Dengan demikian, jika dibandingkan dengan RON 88 dan RON 90, tingkat konsumsi RON 95 di Indonesia masih sangatlah rendah.
Menurutnya, apabila subsidi yang diberikan bisa lebih tepat sasaran, nantinya pemerintah diharapkan memiliki anggaran lebih yang bisa digunakan untuk keperluan yang lain.
Selisih dari penghematan subsidi itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan kesehatan dan pendidikan di Indonesia sehingga bisa lebih meratakan pertumbuhan ekonomi.
"Hal-hal seperti ini membutuhkan depolitisasi, kalau ini dipakai tujuan politis, saya khawatir tujuan ekonominya yang tidak ada," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengatakan akan menghapus sejumlah produk BBM yang dipasarkan oleh PT Pertamina (Persero).
Adapun, penghapusan itu bertujuan agar Pertamina bisa lebih efisien dalam urusan logistik. Menurut dia, pada saat ini dengan banyak produk yang dipasarkan, kebutuhan logistik perseroan sangatlah tinggi.
"Mungkin produk ini akan kita kurangi jumlahnya agar tidak membingungkan masyarakat dan mengefisiensikan logistik," jelasnya.
Terpisah, Direktur Utama Nicke Widyawati menjelaskan bahwa penyederhanaan BBM tersebut sejalan dengan regulasi dari pemerintah dan kesepakatan dunia tentang lingkungan hidup.
Isu emisi karbon yang menyebabkan polusi menjadi fokus Pertamina untuk menghadirkan produk BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Ini yang akan kitra prioritaskan untuk produk-produk yang ramah lingkungan. Dengan kita simplifikasi jumlah produk akan memudahkan distribusi jadi itu arahnya, kita sedang koordinasi pemerintah soal itu," ujarnya.