Bisnis.com, MANADO – Maluku Utara (Malut) tidak lama lagi akan memiliki industri bahan baku untuk baterai mobil listrik.
Saat ini, pabrik bahan baku baterai mobil listrik yang dibangun oleh Harita Nickel di Kawasi, Obi, Halmahera Selatan sudah memasuki tahap konstruksi akhir dan ditargetkan berproduksi pada akhir 2020 ini.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara Nirwan MT Ali mengatakan industri ini tergolong baru dengan teknologi mutakhir. Pihaknya mengklaim, di Indonesia, fasilitas pabrik bahan baku baterai mobil listrik pertama kali ada ya di Malut.
“Nantinya, kita harapkan industri ini bisa berproduksi pada akhir 2020. Industri ini akan mengolah nikel kadar rendah menjadi bahan baku baterai mobil listrik, yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Mobil listrik sendiri lebih ramah lingkungan dibandingkan transportasi dengan bahan bakar minyak [BBM],” kata Nirwan melalui rilis, Kamis (18/6/2020).
Nirwan menambahkan industri ini memiliki nilai investasi yang cukup besar dan membutuhkan tenaga kerja profesional yang tidak sedikit. Nilai investasinya mencapai Rp14 triliun dengan mayoritas pemegang saham berasal dari dalam negeri.
Di Malut, Harita telah memiliki smelter dan telah beroperasi sejak 2016 sebagai dukungan untuk penghiliran industri pertambangan. Nirwan menambahkan pihak Harita sengaja melakukan penghiliran untuk memberi nilai tambah yang lebih tinggi.
“Salah satunya membangun pabrik pengolahan dan pemurnian nikel dengan proses hydrometallurgy yang ramah lingkungan atau green project karena pemakaian energi listriknya rendah. Hasilnya, bahan baku utama dari katoda baterai mobil listrik”, katanya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Malut Hasyim Daeng Barang menambahkan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral dengan proses hidrometalurgi akan sangat menguntungkan dalam konservasi sumber daya alam, khususnya nikel.
Selama ini, smelter yang ada di Indonesia menyerap atau menggunakan nikel kadar tinggi atau kadar 1,7 ke atas. Sedangkan proses hidrometalurgi yang dikembangkan oleh Harita di Obi, menggunakan nikel kadar rendah atau di bawah 1,7.
“Technology High Pressure Acid Leach [HPAL] yang sedang dibangun oleh Harita melalui PT Halmahera Persada Lygend [HPAL] akan meningkatkan nilai tambah nikel. Nikel kadar rendah yang selama ini terbuang atau tidak terpakai, akan memiliki nilai ekonomis sebagai bahan baku dari pabrik pengolahan dan pemurnian baru ini,” tambahnya.
Pemerintah Maluku Utara berharap proses konstruksi industri maju ini dapat berjalan dengan lancar dan harus di dukung oleh semua pihak. Industri baru ini akan membutuhkan 1.920 orang tenaga kerja profesional, belum termasuk kontraktor dan industri pendukung lainnya.