Bisnis.com, JAKARTA - Pencapaian target penerimaan perpajakan pada 2021 penuh risiko karena masih menjadi masa transisi saat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa salah satu tantangan terberat dalam melakukan perkiraan target perpajakan tahun 2021 adalah ketidakpastian dan dinamika perekonomian tahun 2020 yang menjadi dasar baseline perhitungan target perpajakan.
Dengan tingginya risiko tersebut, penyusunan target penerimaan perpajakan tahun 2021 akan mempertimbangkan dua faktor yakni kinerja penerimaan 2020 dan besarnya insentif yang dikucurkan buat korporasi dan konglomerat pada tahun ini.
"Penghitungan ini menjadi baseline perhitungan penerimaan perpajakan tahun 2021 yang juga mencakup kebijakan insentif perpajakan yang akan diberikan, dan strategi optimalisasi penerimaan yang akan dilakukan," kata Sri Mulyani di DPR, Kamis (18/6/2020).
Mantan petinggi Bank Dunia ini juga menekankan bahwa kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat.
Selain itu, pemerintah juga akan terus melakukan relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak, serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai.
Baca Juga
"Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang," jelasnya.
Seperti diketahui, penerimaan pajak periode Januari – Mei 2020 sebesar Rp444,56 triliun. Dengan target APBN 2020 sebesar Rp1.254,11 triliun, realisasi penerimaan pajak telah mencapai 35,45 persen dari target.
Penerimaan pajak mengalami kontraksi seiring dengan mulai terlihatnya dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian, sehingga bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 10,82 persen (yoy).
Kontraksi terjadi baik atas jenis-jenis pajak PPh, PPN dan PPnBM, maupun PBB dan pajak lainnya. Tekanan penerimaan pada bulan Mei cukup signifikan, yang disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi sebagai efek samping pembatasan sosial yang diterapkan untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Selain itu, pemanfaatan fasilitas insentif perpajakan yang digulirkan pemerintah untuk dunia usaha dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di tengah upaya penanggulangan pandemi tersebut juga menggerus penerimaan pajak.