Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus Covid-19 membuat rantai pasok barang rusak dan pola belanja masyarakat bergeser ke daring secara drastis. Sementara itu, biaya logistik semakin tinggi dengan ketidakpastian yang terbentuk.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Ilham Masita mengatakan dengan terjadinya pandemi virus Covid-19 aktivitas transaksi masyarakat bergeser dengan cepat ke pola daring.
"Transaksi e-commerce dan social commerce dari share-nya 10-12 persen menjadi 40-60 persen dari total transaksi retail," jelasnya dalam diskusi virtual Myshipgo, Rabu (10/6/2020).
Dia menuturkan dari sisi rantai pasok terjadi kerusakan sejak awal Januari 2020 akibat lockdown berbagai negara dan banyak bahan baku material yang terhenti produksinya. Hal ini tentu membuat rantai pasok menjadi ada yang hilang.
Namun, timbul peluang pula karena rantai pasok menjadi lebih efisien dari yang melalui banyak saluran menjadi lebih sedikit, hanya tinggal keberlanjutannya.
Di sisi lain, dia mengeluhkan mengenai kewajiban harus menaati protokol kesehatan di bidang logistik, hal ini membuat perusahaan logistik harus merogoh kocek lebih dalam untuk urusan kesehatan terutama bagi para karyawannya.
Baca Juga
"Sekarang yang bekerja harus ada masker, apalagi untuk stafnya harus menyediakan biaya-biaya swab test atau staf operasional harus melakukan apalagi kalau ada karyawan yang PDP seluruh kantor harus dites," jelasnya.
Kondisi ini tak dapat dipungkiri jelasnya, dapat menaikan biaya logistik secara umum. Sementara, pasar menginginkan biaya logistik menjadi lebih rendah dengan kualitas yang lebih baik. Pasalnya, daya beli masyarakat berkurang karena roda ekonomi yang melamban.
Di lapangan, terangnya banyak ketidakpastian yang para pelakunya harus siap menghadapi seperti kebijakan PSBB yang sempat menghambat logistik jalur udara di beberapa wilayah.