Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan terus memantau masa pemulihan perekonomian di negara-negara mitra dagang guna mencari peluang ekspor. Sejauh ini, sejumlah komoditas nonmigas utama tercatat memiliki potensi di tengah peluang tersebut.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kasan Muhri menyatakan, komoditas ekspor utama yang masih berpeluang digenjot ekspornya mencakup produk-produk olahan pangan seperti kopi dan buah-buahan. Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran konsumsi pada masyarakat.
"Produk-produk makanan dan minuman untuk imunitas, buah-buahan, dan kopi tercatat permintaannya masih ada. Pelaku industri dalam negeri bahkan melaporkan adanya aktivitas pabrik yang membaik sejak April," ujar Kasan saat dihubungi, Minggu (7/6/2020).
Di sisi lain, dia tak memungkiri jika ekspor manufaktur seperti otomotif dan TPT mengalami penurunan selama pandemi. Pemulihan pada ekspor produk-produk ini pun disebutnya akan sangat tergantung pada kondisi ekonomi negara-negara yang terkoneksi dalam rantai pasok global.
Sementara, lanjutnya, untuk kinerja sektor otomotif terganggu karena rantai pasok global yang terganggu. Sampai sekarang pun belum beroperasi normal dan perlu melihat perkembangan ekonomi negara dalam rantai pasok tersebut.
Terlepas dari beragamnya proyeksi pada ekspor komoditas utama, Kasan mengemukakan terdapat pula peluang dari permintaan pada alat-alat kesehatan seiring masih berlanjutnya penanganan Covid-19 di berbagai negara. Namun, lanjutnya, Indonesia tetap perlu mempertimbangkan kebutuhan nasional sebelum memanfaatkan kesempatan tersebut tersebut.
Baca Juga
Adapun, untuk target pertumbuhan ekspor nonmigas yang sempat dipatok di angka 5,2 persen, dia menjelaskan bahwa performa perdagangan luar negeri Indonesia pun bakal menyesuaikan target pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Kinerja ekspor pun disebut Kasan bakal terus disesuaikan dengan kondisi mitra dagang.
"Porsi volume ekspor kita secara global baru sekitar 1 persen, kalau untuk pengembangan ekspor, tentu akan berfokus pada negara yang kontribusi kita masih di bawah 1 persen dan yang ekonominya pulih dalam waktu cepat," ujarnya.