Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumsi Listrik Rumah Tangga Naik 17 Persen Selama PSBB

Untuk konsumsi listrik di sektor industri mengalami penurunan sebesar 25 persen dan sektor bisnis dan hotel turun sebesar 60 persen.
Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas memeriksa meteran listrik di Rumah Susun Bendungan Hilir, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Konsumsi listrik rumah tangga selama kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengalami kenaikan, sedangkan untuk sektor industri dan bisnis mengalami penurunan.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril mengatakan kenaikan rerata konsumsi listrik rumah tangga selama PSBB berkisar 13 persen hingga 17 persen. 

"Sektor rumah tangga mengalami kenaikan konsumsi, untuk industri, bisnis dan hotel turun konsumsinya," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Sabtu (6/6/2020).

Untuk konsumsi listrik di sektor industri mengalami penurunan sebesar 25 persen dan sektor bisnis dan hotel turun sebesar 60 persen.

"Kalau kita lihat untuk berapa sih penurunan konsumsi untuk industri itu rerata mulai dari 17 persen sampai 25 persen. Bahkan di sektor tertentu ada yang sampai 60 persen. Kalau sektor bisnis dan perhotelan khususnya itu ada yang turun sampai 60 persen," tutur Bob.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengungkapkan saat ini perusahaan tengah memproses revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2020 sebagai upaya penyesuaian di tengah kondisi pandemi Covid-19.

"Permintaan beban puncak di Sistem Jawa-Bali turun sekitar 11 persen. Selain itu, konsumsi listrik dari segmen pelanggan bisnis merosot 15 persen, sedangkan dari pelanggan industri turun sekitar 11 persen. Kami tengah memproses revisi RKAP," ucapnya.

Walaupun pendapatan dari penjualan listrik di segmen rumah tangga meningkat karena kenaikan konsumsi di masa work from home (WFH), namun kenaikan itu tak dapat menutupi penurunan yang terjadi di segmen pelanggan bisnis dan industri.

"Penurunan konsumsi listrik menjadi salah satu alasan revisi RKAP. Sudah tentu kita harus adjustment, misalnya penurunan dari permintaan. Karena itu kami harus menyesuaikan RKAP. Ini dalam proses untuk kami sampaikan kepada pemegang saham," tuturnya.

Zulkifli menuturkan dampak dari pandemi Covid-19 telah menimpa PLN sejak periode kuartal I tahun 2020 yakni hanya tumbuh 2,36 persen, melambat dibandingkan dari kuartal I tahun 2019.

Di tambah lagi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar sehingga menambah beban operasional PLN.

"Tumbuh 2,36 persen, sebuah angka yang menurut track record di masa lalu, itu kecil di PLN. Jadi kita sudah terdampak dengan itu. Di kuartal I kita paham kurs dolar meningkat, rupiah melemah, sehingga menambah beban operasi dari PLN. Namun juga ada penurunan biaya dari sisi energi primer, seperti harga minyak yang turun di level US$30 per barel, begitu juga dengan merosotnya harga batu bara," terangnya.

Saat ini pihaknya telah menyiapkan strategi yang akan dijalankan PLN untuk memitigasi kinerja keuangan di tahun ini yakni dengan melakukan efisiensi biaya operasional (opex) dan optimalisasi belanja modal (capex).

"Dua hal yang sangat penting, yang akan kita lakukan di 2020. Semua hal yang saya sebutkan tadi, itu lah yang masuk dalam pertimbangan membuat revisi RKAP PLN tahun 2020," ucap Zulkifli.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper