Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dorong Penyerapan LNG, SKK Migas Bakal Kuatkan Aturan Kontrak

Permintaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) diproyeksikan akan melambat hingga pertengahan 2021 mendatang. Berdasarkan riset yang dirilis Wood Mackenzie, industri LNG global akan mengalami kontraksi pada permintaan musiman.
Penampakan proyek pengembangan Lapangan gas Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. Istimewa - Dok. SKK Migas
Penampakan proyek pengembangan Lapangan gas Buntal-5 oleh Medco E&P Natuna Ltd. Istimewa - Dok. SKK Migas

Bisnis.com, JAKARTA - Melemahnya permintaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan perkuat aturan kontrak antara penjual dan pembeli.

Arief S Handoko, Deputi Keuangan SKK Migas, mengatakan pihaknya akan lebih keras pada kontrak penjualan dengan pembeli agar mematuhi hal-hal yang sudah direncanakan pada annual delivery program (ADP).

Dia menjelaskan, strategi tersebut agar para pembeli bisa berpikir lebih jauh untuk mengambil keputusan membatalkan pemesanan kargo LNG. "Sudah ada klausul tentang TOP [take or pay], DQT [downward quantity tolerance]," katanya kepada Bisnis, Kamis (4/6/2020).

Permintaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) diproyeksikan akan melambat hingga pertengahan 2021 mendatang. Berdasarkan riset yang dirilis Wood Mackenzie, industri LNG global akan mengalami kontraksi pada permintaan musiman.

Dalam riset tersebut dijelaskan bawa permintaan pada musim panas 2020 diperkirakan turun 2,7 persen atau 3 juta ton (mt) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap kondisi negara-negara pengimpor LNG Asia, sehingga mengakibatkan perlambatan pertumbuhan permintaan LNG yang terjadi dalam dua tahun terakhir.

Direktur Penelitian Wood Mackenzie Robert Sims mengatakan bahwa Covid-19 akan mendorong kontraksi global dalam pengiriman LNG hingga musim panas 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Secara umum, pertumbuhan yang kuat diproyeksikan tidak terjadi hingga pertengah 2021," katanya dalam riset yang dikutip pada Rabu (3/6/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper