Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) mendata utilitas industri mainan nasional anjlok hingga 65 persen akibat pandemi Covid-19.
Asosiasi mendata utilitas rata-rata pabrikan pada Februari 2020 masih berada di kisaran 60-70 persen. Adapun, penurunan utilitas tersebut disebabkan oleh pemberlakuan protokol pembatasan sosial berskala besar (PSB) melainkan turunnya permntaan.
"April dan Mei banyak industriawan yang sudah menutup pabriknya. [Pasalnya,] barang produksi terus tapi tidak bisa jual [karena PSB]," kata Ketua Umum AMI Sutjiadi Lukas kepada Bisnis.com, Rabu (3/6/2020).
Alhasil, lanjutnya, utilitas industri mainan saat ini berada di posisi 35 persen. Sutjiadi berharap pemerintah dapat melonggarkan protokol PSBB agar industri mainan nasional dapat kembali berproduksi.
Sutjiadi menilai pelonggaran PSBB pada bulan ini dapat memperbaiki utilitas pabrikan mainan secara bertahap. Menurutnya, utilitas industri mainan dapat kembali menyentuh level 50 persen pada akhir kuartal II/2020 jika pelonggaran PSBB segera dilakukan.
Selain PSBB, Sutjiadi berujar rendahnya utilitas industri mainan disebabkan oleh tersendatnya importasi bahan baku. Seperti diketahui, 35 persen bahan baku komponen mainan elektronik masih diimpor, khususnya dari China..
Baca Juga
Maka dari itu, Sutjiadi saat ini sedang menjajaki penarikan investasi bahan baku industri mainan dari Negeri Panda. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran volume bahan baku yang diserap industri mainan cukup tinggi.
"Baut [khusus mainan] saja satu pabrik butuh 600 kilogram per bulan karena satu mainan minimal butuh 10 baut. Seluruh industri mainan bisa menyerap 5 ton untuk baut saja," ucapnya.
Adapun, Sutjiadi menyatakan pihaknya akan membicarakan kelanjutan penjajakan investasi tersebut minggu depan. Namun demikian, lanjutnya, negara tujuan investasi pabrikan China bukan hanya Indonesia.
Sebelumnya, Sutjiadi menjelaskan penanaman modal baru dari luar negeri memang dibutuhkan untuk mendorong transfer teknologi. Pemodal asing, khususnya asal China, diyakini memiliki pengetahuan dan peralatan terkini untuk meningkatkan produk mainan.
Tujuan itu, jelas dia, sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjalankan revolusi industri 4.0.
"Kita ingin menggandeng investor China untuk alih teknologi. Mereka sangat maju, sedangkan kita jauh tertinggal."
Investasi baru di sektor mainan, kata Sutjiadi, memang terbilang besar dengan kebutuhan dana mencapai Rp10 miliar per pusat produksi. Oleh karena itu, jelas dia, pelaku industri lokal membutuhkan mitra pemodal asing.