Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memilih memberikan dana talangan dibanding menyuntik modal secara langsung (PMN) untuk membantu likuiditas lima BUMN yang bisnisnya mulai tergoncang akibat pandemi Corona atau Covid - 19.
Kelima perusahaan yang memperoleh dana talangan dari pemerintah yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (KAI), Perumnas, & PTPN.
Menariknya, dua dari lima perusahaan yang mendapatkan dana talangan merupakan perusahaan terbuka. Garuda Indonesia, misalnya, selain 60,5 persen sahamnya dikuasi oleh negara atau pemerintah, sebagian sahamnya telah dikuasai oleh publik.
PT Trans Airways, perusahaan milik konglomerasi CT Group, tercatat memiliki saham sebanyak 25,6 persen. Sementara sisanya 13,8 persen dimiliki publik. Begitupula dengan Krakatau Steel, sebagian besar sahamnya dimiliki pemerintah. Sisanya publik.
Kendati dinilai bertujuan positif, skema pemberian dana talangan banyak disorot oleh berbagai pihak. Di kalangan legislatif, para wakil rakyat meminta supaya pemberian dana talangan tepat sasaran, jelas & terukur.
Jangan sampai 'biaya mahal' yang dikeluarkan pemerintah tak efektif atau yang lebih buruk menguntungkan segelintir orang, yang kemudian berujung pada temuan 'kerugian negara' oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemberian dana talangan & penyertaan modal, kendati tujuannya sama menguatkan kinerja perseroan, sejatinya sifat keduanya jelas sama sekali berbeda.
Dana talangan, jika merujuk pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers belum lama ini, ditujukan untuk mendukung kinerja BUMN yang terdampak Covid - 19.
Skema dana talangan tidak seperti penyertaan modal negara (PMN). Tidak menambah saham milik pemerintah di Garuda Indonesia, hanya sifatnya memberikan semacam pinjaman ke maskapai pelat merah tersebut.
"Ini akan dilakukan dengan tata kelola & akuntabilitas serta transparansi yang tinggi. Sehingga fungsi dari BUMN tetap bisa berjalan & tidak terjadi penyalahgunaan dana talangan," kata Sri Mulyani kala itu.
Namun, jika pemerintah mengambil langkah penyertaan modal, ceritanya akan lain. Pasalnya, PNM berarti menambah porsi saham milik pemerintah & itu artinya saham pemegang saham lainnya bisa terdelusi.
BUMN | Bantuan Pemerintah (Triliun/Rp) |
PLN | 53,88 |
Hutama Karya | 11 |
Perum Bulog | 10,5 |
Garuda Indonesia | 8,5 |
KAI | 3,5 |
PTPN | 4 |
BPUI | 6,27 |
PNM | 2,5 |
Krakatau Steel | 3 |
Perumnas | 0,65 |
Pertamina | 45 |
ITDC | 0,5 |
*) Garuda, KAI, PTPN, Perumnas dan Krakatau Steel diberikan dalam bentuk dana talangan untuk modal kerja. Sementara itu, PLN dan Pertamina diberikan dalam bentuk kompensasi. PMN diberikan kepada Hutama Karya, BPUI, PNM dan ITDC. Perum Bulog menerima dalam bentuk Bansos.
*)) Pembayaran ke Perusahaan Listrik Negara meliputi Rp3,46 triliun dalam bentuk subsidi; Rp45,42 triliun sebagai kompensasi dan Rp5 triliun khusus untuk DKI Jakarta. Sementara itu, Pertamina akan mendapatkan Rp45 triliun sebagai kompensasi yang harus dibayarkan hingga tahun 2022.
Sumber: Kemenkeu, Bloomberg
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan bahwa keputusan memberikan dana talangan bukan PMN didasarkan hasil telaah antara Kementerian BUMN & Kementerian Keuangan.
Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa permasalahan di setiap BUMN ternyata beragam. "Selama ini disimplifikasi dengan PMN. Salah satunya GIAA, memang ada masalah modal juga, tetapi yang saat ini yang dihadapi adalah operasional," kata Isa.
Masalah biaya operasional ini, lanjut Isa, diakibatkan anjloknya penerimaan rutin perseroan karena adanya pembatasan aktivitas penerbangan. Padahal, pada sisi lainnya perseroan juga harus membayar kewajiban seperti leasing dan sejumlah pengeluaran lainnya yang harus tetap berjalan.
"Makanya untuk Garuda itu, yang kita tangani adalah cash flow-nya dulu untuk masalah operasionalnya ini," jelasnya.
Kendati demikian, Isa tak memungkiri ada banyak persoalan lain yang sedang membelit maskapai penerbangan milik negara tersebut.
Dia menyebutkan Garuda saat ini memiliki sejumlah utang dalam bentuk global sukuk yang juga harus diselesaikan. Meskipun menurutnya penanganannya akan dilakukan dengan cara berbeda bukan melalui dana talangan yang bakal digelontorkan pemerintah.
"Jadi dana talangan ini benar-benar untuk operasional," tegasnya.
Isa juga menjelaskan alasan pemerintah tak menempuh jalur PMN. Dia menyebut Garuda sebagai perusahaan terbuka, sehingga setiap penyertaan modal tentunya harus mempertimbangkan pendapat dari pemegang saham lainnya.
Kondisi ini berbeda dengan pemberian dana talangan, yang lebih mudah dieksekusi. Meskipun dari pembagian beban, semuanya bertumpu pada kemampuan kas pemerintah, yang sebenarnya tengah kembang kempis.
Wajar jika kondisi ini berujung pada pertanyaan yang banyak berseliweran di ranah publik, soal siapa yang diuntungkan dari pemberian skema dana talangan ini. Apakah sharing pain juga berlaku bagi pemegang saham nonpemerintah?