Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2020 tentang Devisa Hasil Eskpor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan /atau Pengolahan SDA telah berjalan.
Namun, pengawasan atas DHE SDA dinilai belum optimal karena kurangnya peran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seperti diketahui, lewat PP tersebut diatur bahwa eskportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan dalam negeri dengan menempatkan DHE SDA pada bank devisa.
DHE SDA wajib ditempatkan pada rekening khusus DHE SDA paling lama pada akhir bulan ketiga setelah pendaftaran pemberitahuan pabean eskpor.
DHE SDA pada rekening khusus SDA hanya bisa digunakan oleh eksportir untuk pembayaran bea keluar, pinjaman, impor, dividen, dan pembayaran keperluan lain dari penanam modal sesuai dengan Pasal 8 UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Apabila pembayaran dilakukan melalui escrow accont, eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada bank devisa domestik dan bila escrow account tersebut di buat di luar negeri sejak sebelum PP No. 1/2019 diundangkan, eskportir wajib memindahkannya ke escrow account pada bank devisa dalam negeri paling lambat 90 hari sejak PP No. 1/2020 diundangkan. PP ini sendiri telah diundangkan sejak 10 Januari 2019.
Baca Juga
Dalam PP No. 1/2019, diatur bahwa pengawasan dari DHE SDA ini dilaksanakan oleh 3 lembaga yakni Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan OJK.
Pada Pasal 8, tertulis jelas bahwa pelaksanaan pengawasan atas kegiatan ekspor komoditas pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan diawasi oleh Kemenkeu, sedangkan pelaksanaan pengawasan atas kewajiban memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan domestik beserta penggunaannya dilakukan oleh BI.
OJK diberikan mandat bahwa pengawasan atas escrow account pada bank devisa. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menilai OJK masih belum maksimal menjalankan mandat ini.
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh OJK atas escrow acount tidak dilakukan pada validitas transaksi pembayaran pada escrow account.
Pada praktiknya, laporan BPK mengungkapkan bahwa OJK hanya mengirim surat kepada 91 direksi bank untuk meminta data pemidahan escrow account. Dalam surat tersebut OJK meminta kepada bank untuk menyampaikan kepada nasabah eskportir SDA untuk memindahkan escrow account dari luar negeri ke dalam negeri jika nasabah memang memiliki escrow account di luar negeri.
OJK telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan BI pada 29 November 2019. Dari situ ditemukan adanya 7 eksportir SDA Bank Mandiri yang belum dapat memindahkan escrow account dan akan dikonfirmasi ulang.
Pada 17 Desember 2019, OJK telah menyampaikan surat kepada DJBC yang berisi informasi daftar nama eskportir SDA yang tidak memiliki atau memiliki escrow account dan eskportir SDA yang telah atau belum dapat memindahkan escrow account pada bank devisa dalam negeri.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa OJK belum menetapkan mekanisme pengawasan atas escrow account sesuai yang diamanatkan pada PP No. 1/2020.
Padahal, hasil pengawasan BI dan OJK sangat dibutuhkan dan perlu disampaikan kepada Kementerian Keuangan sebagai dasar bagi DJBC untuk memberikan pelayanan serta sanksi
Pada PMK No. 98/2019, eksportir SDA yang tidak memindahkan escrow account dari luar negeri ke bank devisa dalam negeri bakal dikenai sanksi berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan pada bidang ekspor.
Masalah ini mengakibatkan pengawasan transaksi pada escrow account DHE SDA tidak maksimal.
Dalam laporan BPK, OJK telah menanggapi temuan BPK dan menyatakan pihaknya telah melakukan pengawasan dengan surat menyurat dengan bank maupun instansi terkait. Ke depan, OJK berencana untuk menyempurnakan pengawasan dengan membuat SOP.
OJK mengaku akan berkoordinasi dengan BI untuk menetapkan ketentuan teknis pelaksanaan pengawasan atas transkasi pada escrow account DHE SDA.
Apakah OJK sudah membuat SOP terkait pengawasan escrow account ini?
Sayangnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana tidak menjawab ketika dihubungi oleh Bisnis.