Bisnis.com, JAKARTA— Pelaku usaha menilai insentif Devisa Hasil Ekspor yang diberikan pemerintah belum terlalu menarik bagi pelaku usaha, lantaran masalah pokok penempatan dana di Indonesia seperti biaya transaksi, pajak atau pungutan atas dana masih belum kompetitif dibanding negara alternatif.
Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menilai dari insentif DHE yang ditekankan bukan pengkondisian agar lebih mudah, murah dan efisien untuk menempatkan dana hasil ekspor. Justru, menurutnya, malah seperti paksaan untuk menempatkan dana di Indonesia.
Shinta mengatakan penempatan DHE dikaitkan dengan restitusi pajak, kelancaran clearance barang ekspor impor di perbatasan. Pasalnya, seharusnya hal tersebut seharusnya menjadi hak pelaku usaha begitu memenuhi persyaratan clearance barang atau persyaratan restitusi.
“Jadi, meskipun ada peningkatan aliran DHE di Indonesia, untuk pelaku usaha ini bukan insentif yang menciptakan efisiensi yang lebih tinggi tapi lebih menjadi beban terhadap penciptaan efisiensi dan kelancaran kegiatan usaha,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip Senin (20/1/2020).
Dia khawatir hal tersebut justru akan menjadi bebean bagi industri yang berorientasi ekspor, khusunya yang intensitas ekspor-impor yang lebih tinggi.
Kendati begitu, hal tersebut perlu dilihat dari jenis eksportir. Ada eksportir yang tidak menaruh hasil ekspornya di Indonesia dengan alas ada flow transaksi internasional yang tinggi. Sehingga, akan lebih efisien bila hasil ekspor ada di Negara lain seperti Singapura dengan biaya transaksi internasional dan pungutan pajak atas dana lebih rendah.
“Ini khususnya terjadi pada eksportir manufaktur yang memerlukan input produksi impor untuk ekspor, sehingga mereka lebih sulit menempatkan devisa di Indonesia selama faktor efisiensi biaya penempatan dana tidak dibenahi,” katanya.
Sementara bedanya dengan eksportir barang mentah seperti produk tambahng, crude palm oil (CPO), pertanian, perikanan, perkebunan yang memang tidak peru banyak transaksi luar negeri lantaran produksinya sebagian besar lokal. Dia mengatakan mereka biasanya lebih mudah diminta untuk menempatkan devisa ekspor di Indonesia.
“ Namun, biasanya tidak didiamkan di sistem perbankan tetapi dimasukkan ke instrumen investasi agar pertumbuhan dananya lebih besar dari pungutan atas dananya,” katanya.
Untuk itu, dia berharap pemerintah mengevalusi aspek-aspek biaya dan membuat perubahan terhadap regulasi yang menyebabkan Indonesia tidak kompetitif dibandingkan dengan negara lain. “Bila masalah comparative advantage ini bisa dibenahi, dengan sendirinya pelaku usaha akan menempatkan DHE di Indonesia tanpa perlu insentif, ancaman saksi,” jelasnya.