Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang rumah bersubsidi berharap supaya perbankan dapat melonggarkan persyaratan kredit pemilikan rumah bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Yoyo Sugeng mengatakan bahwa pada kondisi saat ini perbankan malah makin selektif dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR).
Yoyo mengatakan bahwa perbankan lebih memilih menyalurkan KPR pada aparatur sipil negara (ASN) hingga pegawai badan usaha milik negara (BUMN) yang berpenghasilan tetap.
"Kalau pasar ASN dan karyawan BUMN ini kan kita enggak perlu bicara subsidi. Mereka banyak masuk ke [segmen kalangan] menengah," kata Yoyok kepada Bisnis, Jumat (15/5/2020).
Padahal, menurut dia, segmen yang perlu menerima subsidi adalah kalangan MBR baik swasta maupun sektor informal yang berpenghasilan tidak tetap, tetapi masih mampu membeli rumah. Sayangnya, bank belum menyasar ke arah sana.
"Meskipun memang agak berisiko, akan tetapi bukankah ini paket subsidi dari pemerintah buat MBR?" kata Yoyo.
Baca Juga
Sebelumnya, pemerintah telah menggelontorkan stimulus Rp1,5 triliun berupa subsidi selisih bunga (SSB) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) yang diharapkan menambah kuota 175.000 rumah.
Ketua DPD Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Jabar Joko Suranto mengatakan bahwa pengembang MBR mengalami situasi sulit dalam menghadapi dampak virus corona jenis baru atau Covid-19 karena kurangnya dukungan perbankan.
"Semestinya dengan kondisi saat ini meskipun sudah ada SSB, pengembangnya sendiri kalau tak bisa jualan dan diperketat polanya [oleh perbankan] bagaimana melakukan penjualan?" ujarnya.
Meskipun saat ini daya beli masyarakat terhadap pembelian rumah masih rendah, akan tetapi setidaknya perbankan bisa membantu bagi konsumen yang benar-benar membutuhkan KPR terutama kalangan informal.
"Sekarang bank membatasi sektor-sektor yang bisa mendapatkan kredit KPR sehingga sektor yang informal atau yang non-fixed income makin sempit dapat fasilitas ketika masuk perbankan. Padahal, kebutuhan [pembelian rumah] di lapangan masih ada," ujarnya.