Bisnis.com, JAKARTA – Keinginan pemerintah untuk menekan defisit keseimbangan primer hingga mendekati surplus kembali dipastikan gagal tahun ini. Pasalnya, penurunan aktivitas ekonomi membuat kinerja pendapatan negara khususnya penerimaan pajak terkontraksi selama kuartal I/2020.
Di satu sisi, kebutuhan belanja pemerintah tahun ini juga cukup besar. Besarnya kebutuhan belanja kemudian disiasati pemerintah dengan memperlebar ruang defisit hingga di atas 3 persen. Pelebaran ruang defisit ini ditujukan untuk memperluas ruang gerak pemerintah dalam menggali sumber-sumber pembiayaan APBN 2020.
"Kinerja perekonomian bisa dikatakan melambat dan turun sangat dalam. Sementara pemulihan pasti tidak akan selesai satu tahun," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo kepada Bisnis, yang dikutip Kamis (14/5/2020).
Data Kementerian Keuangan, seperti tercantum dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM) & Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) 2021 yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, menunjukkan angka sementara jika merujuk ke Perpres 54/2020 defisit bisa mencapai 5,07% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2020. Sementara defisit keseimbangan primer bisa berada di angka 3,08% dari PDB.
Baik defisit APBN maupun keseimbangan primer, proyeksi atau angka sementara pada 2020 tersebut merupakan yang terdalam selama lima tahun belakangan.
Sebagai contoh, bila dibandingkan dengan realisasi defisit pada tahun 2015 yang mencapai 2,59% dari PDB, realisasi defisit APBN 2020 jelas menurun cukup signifikan. Bahkan, untuk kesimbangan primer, jika mengambil baseline tahun 2018, angka defisit keseimbangan primer pada 2020 melonjak lebih dari tiga kali lipat.
Perpres No.54/2020 sendiri merupakan turunan dari Pasal 12 Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang atau Perppu No.1/2020, yang merangkum sejumlah aksi dari pemerintah dalam meredam dampak pandemi corona di pengelolaan perekonomian dan sistem keuangan.
“Iya ini memang tidak mudah," tukasnya.