Bisnis.com, JAKARTA - Para pelaku usaha tambang mineral dan batu bara mengapresiasi disahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara atas revisi UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi Undang-undang.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara (APBI) Hendra Sinadia mengatakan UU Minerba yang baru ini dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian investasi jangka panjang di sektor pertambangan.
"UU bisa diharapkan untuk menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di tengah masa sulit pandemi Covid-19," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (12/5/2020).
Dia meyakini UU Minerba dapat memberikan kepastian hukum dan kepastian investasi jangka panjang baik bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) serta bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya (KK) yang memenuhi persyaratan.
Selain itu, UU ini juga memperhatikan aspek lingkungan di mana sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan reklamasi diperberat begitu juga dengan aktifitas penambangan tanpa izin.
Secara umum, lanjutnya, UU ini juga menjamin keseimbangan antara kepastian berusaha kepastian hukum dengan kepatuhan pengusaha dalam melakukan kegiatan usahanya dengan menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan kewajiban terhadap penerimaan negara.
Baca Juga
"Pemerintah juga memberikan insentif jaminan kelangsungan kegiatan usaha perusahaan tambang yang melakukan investasi untuk peningkatan nilai tambah (hilirisasi), pengembangan atau pemanfaatan batubara dengan memberikan jaminan perpanjangan kegiatan usahanya. Sementara itu pelaku usaha juga dituntut secara konsisten menerapkan good mining practices," katanya.
Hendra menambahkan dampak UU ini diharapkan bisa menjadi pendorong perekonomian dan investasi sektor pertambangan di tengah kondisi pandemi virus Corona.
Dia menambahkan, UU ini cukup memberikan kepastian jaminan investasi jangka panjang bagi existing investor baik pemegang KK, PKP2B, IUP dan IUPK. Namun bagi investor asing masih diragukan terutama jika aturan kewajiban divestasi dicantumkan di UU.
Dia menilai pada dasarnya aturan kewajiban divestasi di Indonesia terlalu ketat dengan minimum 51 persen yang diatur di dalam peraturan pemerintah (PP) akan sulit mengharapkan investor asing yang berminat apalagi jika ketentuan tersebut diatur di UU.
Dia menyarankan agar aturan divestasi yang berlaku sekarang sudah cukup dimana dalam UU hanya mencantumkan kewajiban sedangkan detailnya diatur di PP. Dengan pengaturan detail divestasi dalam PP, maka akan memudahkan pemerintah untuk merubah batas minimum divestasi saham asing.
"Untuk investor asing masih diragukan karena aturan kewajiban divestasi. Pemerintah perlu mengatur soal divestasi tetapi sebaiknya besaran dan tata caranya diatur didalam level PP," tutur Hendra.