Bisnis.com, JAKARTA – Produksi ventilator lokal, Vent-I, akhirnya lolos pengujian dari Kementerian Kesehatan. Fase produksi akan dimulai dengan skala lebih besar lewat kerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI.
Produk yang dikembangkan Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan YPM Salman tersebut telah lolos uji untuk semua kriteria uji sesuai dengan standard SNI IEC 60601-1:204 per 21 April 2020 dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan.
External Relations Tim Pengembang Vent-I Hari Tjahjono mengatakan bahwa kini alat bantu pernapasan tersebut akan segera diproduksi sebanyak 300—500 unit untuk didonasikan ke Rumah Amal Salman. Produksi ini akan dilakukan lewat kerja sama dengan PTDI.
Kendati demikian, alat ini masih perlu menunggu izin edar dari Kemenkes agar dapat diproduksi lebih luas dalam konteks non-donasi. Menurutnya, semestinya surat izin tersebut dapat didapatkan dalam waktu dekat.
“Surat izin edar saat ini masih dalam proses pengurusan yang diharapkan akan segera siap dalam beberapa hari ke depan. Saat ini kami masuk tahap produksi untuk kebutuhan sosial, akan diproduksi 300—500 ventilaror yang akan kami bagikan gratis ke rumah sakit yang membutuhkan. Sementara itu, untuk produkai massal kami bekerjasama dengan PTDI,” katanya, Kamis (23/4/2020).
Dia menjelaskan kerja sama dengan PTDI sejauh ini melibatkan tepat dan tenaga kerja untuk pembuatan ventilator tersebut untuk kebutuhan non komersial. Dalam fase industrialisasi pasca mendapat izin edar nanti, perusahaan pelat merah itu akan bekerja sama dengan unit usaha ITB, PT Rekacipta Inovasi ITB, untuk produksi secara massal.
Baca Juga
Dihubungi terpisah, Direktur Operasional PTDI Ridlo Akbar mengatakan bahwa diharapkan setelah izin didapatkan kerja sama ini dapat menghasilkan sekitar 500 unit hingga 1.000 unit per minggu. Sementara ini, pihaknya telah menyediakan lini produksi dan bahan baku.
“Untuk proses produksinya, akan disiapkan di line produksi PTDI. Untuk supply chain-nya masih berjalan, baik untuk procurement material lokal dan impornya, disiapkan bersama ITB,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (23/4/2020).
Dia mengatakan bahwa salah satu risiko yang cukup besar dalam produksi alat kesehatan ini ada pada rantai pasok, khususnya untuk mendatangkan komponen impor dalam waktu singkat. Salah satu komponen yang masih perlu diimpor dan berperan vital dalam alat ini adalah komponen motor.
“Untuk motor saat ini ITB sudah memesan, dan akan kami lihat bila sudah tiba apakah dimungkinkan reverse engineering, dengan tujuan akhir bisa memproduksinya di dalam negeri, tapi saya belum bisa konfirmasi hal itu untuk saat ini,” jelasnya.
Dia mengatakan bahwa proses reverse engineering sudah mulai dilakukan terhadap beberapa kompnen inti lainnya seperti blower impeller dan masker. Proses ini dilakukan PTDI melalui teknologi 3D scanning.
“Karena keterbatasan ketersediaan alat kesehatan, inovator berkreasi dengan alat non-kesehatan yang ada di pasaran. Karena mengambil dari yang ada di pasaran tentunya desainnya kami tidak ada.”
Ridlo menambahkan sambil menunggu izin produksi dan izin edar, seusi standar alat kesehatan, pihaknya telah menyiapkan lini produksi khusus untuk produksi ventilator tersebut. PTDI juga masih membuat beberapa prototipe komponen dengan metode industri sambi menunggu izin tersebut.