Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisakah Bank Indonesia Cetak Uang untuk Menambal Defisit APBN? Ini Kata Chatib Basri

Pencetakan uang di Indonesia akan meningkatkan demand, sementara pada saat yang sama supply terjadi penurunan, sehingga dapat menyebabkan inflasi menjadi meningkat.
Karyawan menghitung uang pecahan Rp.100.000 di salah satu Bank yang ada di Jakarta, Senin (4/6). Bisnis/Abdullah Azzam
Karyawan menghitung uang pecahan Rp.100.000 di salah satu Bank yang ada di Jakarta, Senin (4/6). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri mengatakan Bank Indonesia memiliki ruang untuk menambal defisit APBN dalam menangani dampak COVID-19 dengan mencetak uang berlebih, namun terbatas.

Chatib mengatakan metode yang digunakan adalah Modern Monetary Theory (MMT), yang artinya bank sentral dapat mencetak uang sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan.

Menurutnya, metode tersebut dapat diterapkan di Amerika Serikat. Bank Sentral AS dapat membeli government bond dengan mencetak uang sebanyak apupun tanya penyebabkan risiko inflasi.

Berbeda di Indonesia, pencetakan uang menurut Chatib akan meningkatkan demand, sementara pada saat yang sama supply terjadi penurunan, sehingga dapat menyebabkan inflasi menjadi meningkat.

"Jadi Bank Indonesia hati-hati sekali, ruang ada, tapi tidak bisa signifikan seperti di AS," katanya dalam Kuliah Umum dengan Tema Strategi APBN di Tengah Covid-19 dan Risiko Resesi Ekonomi Global.

Seperti diketahui, Pemerintah merubah target defisit anggaran dari yang semula 1,76 persen menjadi 5,07 persen dari PDB karena dampak dari covid-19. Pemerintah saat ini fokus pada penanganan dampak dan upaya pencegahan penularan pandemi Covid-19.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan peningkatan defisit anggaran diperkirakan akan menurun dalam 2 tahun ke depan.

"Ini pertama kalinya target defisit melampaui 3 persen, dengan kondisi saat ini dilakukan langkah extraordinary karena masalah ini mendesak. 2 tahun ke depan akan diarahkan turun bertahap kembali ke 3 persen," katanya.

Asko menjelaskan, berdasarkan UU Keuangan Negara, defisit anggaran maksimum ditentukan sebesar 3 persen dari PDB.

Oleh karenanya, Pemerintah menerbitkan Perppu No. 1/2020, di mana salah satu poinnya dapat batasan maksimum tersebut bisa diubah menjadi di atas 3 persen dari PDB.

Perppu tersebut memungkinkan Pemerintah melakukan pencadangan dana yang lebih besar, khususnya pada bidang kesehatan dan kemanusian yang imbasnya kepada dampak sosial, perlambatan ekonomi, dan sektor keuangan.

Asko menuturkan, dalam mengatasi dampak dari pandemi Covid-19 ini pun, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp405 triliun. Total paket kebijakan stimulus yang telah digelontorkan mencapai 2,5 persen dari PDB.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper