Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta memfasilitasi adanya integrasi dari hulu ke hilir industri nikel.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso mengatakan di tengah kondisi pandemi Virus Corona (Covid-19), ada beberapa smelter yang berhenti beroperasi.
"Belum banyak smelter yang berhenti," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (19/4/2020).
Masing-masing smelter ini dengan konsideran atau alasan masing-masing masih beroperasi meski dalam skala terbatas.
Di tengah kondisi saat ini dan pascapelarangan ekspor nikel, lanjutnya, seharusnya Pemerintah memfasilitasi melalui praturan maupun undang-undang agar didorong lntegrasi hulu dengan hilir terjadi.
"Apabila mereka bersama-sama bangun smelter nikel. Rumusan dalam Permen ESDM No.7 tahun 2020, sudah ada namun landasan hukum di RUU Cipta Kerja perlu diperjelas," tutur Prihadi.
Baca Juga
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat pandemi Covid-19 memang sudah mempengaruhi segala lini kehidupan dan bisnis di hampir seluruh Negara di dunia termasuk Indonesia.
Hal ini juga dapat mempengaruhi dunia tambang apabila penyebaran covid-19 ini tidak bisa dibendung karena sifat penularannya sangat cepat dan pembawa virus (carrier) tidak menunjukkan gejala-gejala yang berarti.
Setelah pemerintah mencabut aturan relaksasi ekspor ore, memang banyak perusahaan yang terkena imbasnya karena tidak membangun smelter sendiri sehingga tidak bisa berproduksi seperti biasanya.
"Hanya perusahaan tambang yang memiliki smelter atau pembeli dari smelter yang beroperasi untuk memenuhi permintaan pelanggan smelter," ucapnya.
Oleh karena itu, dimungkinkan adanya peluang kerjasama antara penambang nikel dan pihak smelter di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) dan kondisi setelah ekspor nikel ore ditutup. Hal itu agar sama-sama bisa bertahan saat kondisi seperti ini.