Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Corona, Penambang Nikel Minta Keran Ekspor Kembali Dibuka

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan saat ini kondisi para penambang nikel semakin terpuruk akibat pandemi Virus Corona (Covid-19) setelah larangan ekspor nikel di awal Januari ditutup.
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki
Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT. Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/3/2019)./ANTARA-Basri Marzuki

Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan penambang nikel mendesak pemerintah membuka keran ekspor bijih nikel berkadar rendah setelah dilakukan pelarangan sejak awal Januari ini.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan saat ini kondisi para penambang nikel semakin terpuruk akibat pandemi Virus Corona (Covid-19) setelah larangan ekspor nikel di awal Januari ditutup.

"Beberapa perusahaan sudah melakukan penghentian produksi," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (2/4/2020).

Berhentinya sejumlah operasi penambangan nikel ini karena adanya kendala operasi karena pembatasan wilayah oleh Pemerintah Daerah sehingga berdampak pada tenaga kerja yang sulit masuk area produksi akibat Covid-19.

"Tak semua smelter atau fasilitas pemurnian menjalankan operasi semua line sehingga permintaan nikel ore mengalami penurunan," katanya.

Meidy menambahkan kondisi saat ini smelter lokal hanya menerima kadar ore tinggi yakni di atas 1,8 persen. Dengan kata lain, kadar rendah.di bawah 1,8 persen tak diterima oleh smelter lokal.

"Smelter lokal yang hanya menerima kadar 1,8 persen ini berdampak banyak ilegal mining, penambang mencari sumber-sumber baru untuk bisa dapet kadar tinggi 1,8 persen," ucapnya.

Smelter lokal pun terlalu selektif menerima nikel ore yang gradenya tinggi dengan jenis sio, mgo, dan fe. Sementara, apabila diekspor tak ada selektif kualitas nikel alias para buyer di luar negeri menerima kualitas apapun.

Tak hanya itu, harga beli nikel oleh smelter di dalam negeri pun sangat rendah yakni hanya US$18 per ton free on board (FoB), dimana di bawah biaya produksi penambang yang sebesar US$20 per ton.

"Smelter lokal prioritas membeli ore hanya kepada anak perusahaan sendiri atau tambang sendiri," tuturnya.

Hingga saat ini, pemerintah belum mengeluarkan beleid ketentuan tata niaga nikel domestik, padahal beleid ini dijanjikan akan keluar pada akhir Maret kemarin.

Adapun dalam beleid ini akan mengatur Harga Patokan Mineral (HPM) sebagai harga dasar jual beli nikel domestik dimana juga akan diatur batas bawah dari HPM tersebut.

Lalu dalam beleid ini juga akan diberikan sanksi bagi smelter maupun penambang apabila tak mengikuti aturan. Selain itu juga akan diatur wasit surveyor antar kedua belah pihak agar adil.

"Kami berharap agar beleid ini segera keluar yang mengatur HPM dan tata niaga nikel domestik," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper