Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis transportasi menghadapi ancaman kolaps di depan mata, setidaknya ada tiga tantangan besar yang berpotensi menyebabkan hal tersebut. Oleh sebab itu, stimulus di sektor ini kian dibutuhkan.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Transportasi Carmelita Hartoto menuturkan saat ini bisnis transportasi tengah dikepung tiga tantangan besar, yang tidak main-main beratnya. Oleh sebab itu, cara untuk menyelamatkan roda ekonomi juga tidak bisa setengah-setengah.
"Sebenarnya industri transportasi sudah memasuki masa sulit sejak beberapa tahun terakhir. Jauh sebelum hari ini, ekonomi kita sudah dibayangi dengan perang dagang antara Amerika dan Tiongkok yang berdampak pada kinerja ekonomi nasional, mengingat keduanya mitra dagang strategis Indonesia," ujar Carmelita, Kamis (16/4/2020).
Di awal tahun, dunia dikagetkan masif dan fatalnya dampak sebaran virus Corona atau Covid-19. Hingga saat ini sudah lebih dari 200 negara yang menghadapi wabah tersebut.
Jumlah penderita Covid-19 sudah mencapai lebih dari 2 juta orang. Di tengah kepanikan dunia menghalau pandemi Covid-19, harga minyak dunia juga terjun bebas. Hingga sempat menyentuh US$ 30 per barel.
Perang dagang Tiongkok dan Amerika, masif dan fatalnya dampak sebaran virus Covid-19 serta merosotnya harga minyak dunia adalah tiga persoalan yang terjadi bersamaan.
Baca Juga
"Kita belum pernah mengalami masa seberat ini. Pengalaman pertama ini membuat kita terkaget-kaget. Untuk menanggulanginya, dibutuhkan kebijakan yang inklusif, tepat, cepat dan total," katanya.
Menurutnya, dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi akan merembet pada hampir seluruh sektor industri. Transportasi nasional sebagai urat nadi perekonomian menjadi salah satu sektor paling terdampak kondisi ini.
Dia mengungkapkan omset perusahan transportasi merosot hingga lebih dari setengahnya dan terganggunya cash flow perusahaan. Hal ini terjadi pada seluruh moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara.
Moda angkutan jalan misalnya, penurunan angkutan penumpang mencapai 75 persen hingga 100 persen pada semua moda. Penurunan omset terjadi baik moda angkutan antar kota, maupun moda angkutan perkotaan non subsidi public service obligation (PSO).
Pada angkutan laut, kinerja per Maret 2020 mengalami penurunan sekitar 15 persen. Penurunan kinerja ini diperkirakan akan semakin parah beberapa bulan kedepan akibat penurunan distribusi. Penurunan kinerja yang sama juga terjadi pada angkutan udara.
"Stimulus bagi sektor transportasi nasional perlu segera direalisasikan. Mengingat ketahanan bisnis sektor ini sangat rentan dari gejolak. Jika kondisi ini masih bekepanjangan dan iklim bisnis belum dapat recovery setahun kedepan, maka akan banyak pelaku usaha transportasi yang akan gulung tikar," ujarnya.
Carmelita menjelaskan bantuan bagi sektor transportasi juga tidak boleh diartikan semata-mata menyelamatkan perusahaan, tapi juga hajat hidup pekerja yang hidup dari sektor ini.
"Jutaan orang terancam sumber nafkahnya, baik di moda transportasi darat, laut dan udara jika perusahaan mereka kolaps," ungkapnya.