Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyek 35.000 MW Dinilai Bebani Keuangan PLN di Tengah Wabah Corona

Berbagai tekanan baru yang muncul akibat krisis Covid-19 diperkirakan bakal berdampak pada keuangan PLN. 
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Petugas memasang kabel tegangan tinggi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji proyek 35.000 megawatt (MW) yang disebut akan membebani keuangan PT PLN (Persero) di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19). 

Direktur Riset Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Melissa Brown mengatakan berbagai tekanan baru yang muncul akibat krisis Covid-19 berdampak pada keuangan PLN. 

Pemerintah diminta mengkaji ulang rencana pembangunan PLTU baru dalam program 35.000 MW oleh Independent Power Producers (IPP). Estimasi IEEFA berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2019 menunjukkan bahwa di tahun 2021 akan ada 23.000 megawatt dari program 35.000 megawatt yang akan online.

"Kewajiban membayar kepada para produsen listrik swasta yang dikerap merupakan capacity payment, akan menjadi beban besar bagi PLN," ujarnya dalam laporan yang dikutip Bisnis, Minggu (12/4/2020). 

Oleh karena itu, PLN perlu didukung untuk melakukan negosiasi ulang perjanjian jual beli dan bahkan pembatalan proyek yang belum terealisasi seperti PLTU Jawa 9 dan 10 agar dapat meringankan beban keuangan PLN dan menyelamatkan kesehatan keuangan BUMN yang menjadi penopang perekonomian Indonesia.

Menurutnya, proyek listrik 35.000 megawatt apabila terus dilaksanakan akan menjadi momok bagi keuangan dan perekonomian Indonesia yang kini sedang diterpa badai corona. 

"Langkah bijak adalah untuk memangkas target-target tersebut dan memprioritaskan investasi untuk perkuat jaringan tenaga listrik dan mendukung pasokan listrik yang terjangkau dan dapat diandalkan oleh sektor-sektor yang akan bangkit di era pascapandemi," katanya.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa dukungan subsidi dan insentif fiskal bagi PLN di tahun 2020 dan 2021 harus naik setidaknya sebanyak 85 persen atau naik sebanyak Rp55 triliun. Pada tahun 2021, pembayaran kepada IPP akan menjadi pengeluaran terbesar PLN dan perkiraan IEEFA menunjukkan bahwa pembayaran ini dapat mencapai total Rp119,8 triliun atau sebesar US$7,2 miliar jika tidak ada perubahan.

"Ditambah dengan berbagai komitmen investasi PLN, menjadi pertanyaan besar apakah negara akan sanggup untuk menopang PLN yang bebannya akan semakin meningkat," ucap Melissa.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta PLN dan Independent Power Producer untuk melakukan renegoisasi kontrak. Hal ini dikarenakan kondisi keuangan PLN beresiko dan beban finansial cukup berat dengan kondisi pandemi Covid-19. 

Dia menerangkan ada beberapa alasan yang membuat IPP dan PLN harus melakukan renegoisasi kontrak, yakni pertama dari sisi penerimaan, pertumbuhan pendapatan PLN bersumber dari konsumsi tenaga listrik dan tarif yang ditetapkan pemerintah.

Menurutnya, ketika menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), PLN punya target penjualan listrik yang diperkirakan naik berdasarkan proyeksi pertumbuhan permintaan listrik. 

"Masalahnya pertumbuhan listrik tahun ini pasti lebih rendah dari perencanaan laju demand dalam RKAP yang dipatok sebesar 4,55 persen," ujarnya. 

Dengan pertumbuhan ekonomi yang kurang lebih 2 persen, lanjut Fabby, kemungkinan pertumbuhan energi listrik tahun ini bisa-bisa berada sebesar 1,5 persen hingga 1,8 persen. Dia menilai akan lebih buruk kalau sektor bisnis dan industri lamban mengalami recovery pasca Covid19. 

"Dengan permintaan listrik yang tumbuh rendah atah pertumbuhan melandai maka pendapatan PLN tahun ini di bawah target. Untuk tahun depan kondisinya mungkin hampir mirip," katanya.

Apabila pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 4 persen tetapi pertumbuhan listrik mungkin di level 3,5 persen hingga 4 persen, artinya pertumbuhan revenue PLN tahun depan juga terbatas.

Lalu dari sisi pengeluaran, beban PLN bisa bertambah dengan pelemahan nilai tukar. Sekitar 80% pengeluaran PLN dipengaruhui nilai tukar. Perkiraannya dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar, setiap penurunan Rp1.000 bisa menghasilkan tambahan beban sekitar Rp10 triliun

Di sisi lain, terdapat pembayaran utang jatuh tempo yang juga cukup besar dan ada dalam denominasi mata uang asing sehingga dampak yang cukup signifikan terhadap PLN dari sisi nilai tukar.

Selain itu, karena laju permintaan listrik lebih rendah dari proyeksi untuk perencanaan kapasitas pembangkit (supply), maka PLN tidak bisa menyalurkan listrik secara optimal dari IPP atau di bawah capacity factor yang disepakati. Dengan demikian PLN justru harus membayar denda jika tidak mampu untuk menyalurkan listrik sesuai kontrak. 

Hal ini menambah beban keuangan bagi PLN di tahun ini dan tahun-tahun mendatang sehingga perlu ada renegosiasi antara IPP dan PLN untuk menghindari keuangan PLN kolaps.

"Apalagi tahun ini rencanannya ada 7 GW kapasitas pembangkit baru yang akan masuk. Potensi oversupply pembangkit di Jawa dan Sumatra akan sangat tinggi," tutur Fabby.

Menanggapi hal itu, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Abumanan menuturkan proyek 35.000 MW yang terkena dampak Covid-19 belum berdampak pada keuangan PLN karena belum Commercial On Date (COD).

"Ini yang bangun bukan PLN, sebab PLN hanya membeli listrik," ucapnya.

Pihaknya tak memungkiri pandemi Covid-19 saat ini berdampak pada penurunan penjualan listrik. Menurutnya, apabila pandemi Covid-19 ini bertahan lama maka akan berdampak pada konsumsi listrik PLN yang turun sangat dalam. Menurutnya tak menutup kemungkinan adanya perubahan kontrak yakni pengurangan milik PLN apabila listrik tak terserap secara maksimal 

"Ke depan akan hard ship kemungkinan masyarakat juga mulai habis tabungan dan enggak sanggup bayar bahan pokok dan listrik," kata Djoko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper