Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha perhutanan Tanah Air menyatakan komitmen untuk tetap memenuhi syarat sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) bagi produk yang akan diekspor.
Komitmen itu tetap ada meskipun sempat terdapat wacana relaksasi larangan terbatas (lartas) pada komoditas tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengemukakan bahwa kehadiran SVLK telah mereduksi stigma kegiatan pembalakan liar yang melekat pada kegiatan pengelolaan hutan di Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir, ekspor kayu dengan SVLK pun tercatat mengalami peningkatan yang menjadi dampak positif bagi dunia usaha.
"Kami berpandangan bahwa SVLK seyogyanya tetap diberlakukan untuk menyertai ekspor produk hasil hutan. SVLK harus terintegrasi dari hulu ke hilir untuk memastikan ketelusuran dari bahan baku, pengolahan di industri dan pemasaran," kata Purwadi kepada Bisnis, Rabu (8/4/2020).
Adapun untuk insentif selama wabah corona atau Covid-19, Purwadi menyatakan pihaknya mengharapkan penerapan SVLK untuk industri kecil kehutanan dapat disederhanakan, terutama terkait syarat perizinan usaha dan bantuan untuk pelaksanaan sertifikasi SVLK.
Baca Juga
Adapun sepanjang 2020, Purwadi tak memungkiri jika terdapat penurunan eskpor kayu. Dia menyatakan hal ini dipengaruhi oleh kondisi negara tujuan utama ekspor yang terdampak Covid-19 cukup parah.
"Masuk triwulan II ini diperkirakan ekspor kayu olahan akan turun, karena lima negara utama tujuan ekspor kayu olahan Indonesia, yakni China, Amerika Serikat, Jepang, Uni Eropa dan Korea Selatan, saat ini terkena pandemi COVID-19 cukup parah," lanjutnya.
Nilai ekspor kayu olahan Indonesia sepanjang 2019 sendiri tercatat mencapai nilai US$11,64 miliar menurut data APHI. Nilai tersebut cenderung turun dibandingkan capaian pada 2018 yang menyentuh US$12,13 miliar.