Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia diperkirakan belum bisa serta merta merebut pasar ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya dari Malaysia, meskipun negeri jiran itu mengalami kendala di sisi produksi.
Seperti diketahui, Malaysia telah memerintahkan penutupan perkebunan kelapa sawit di enam distrik sampai 14 April 2020 mendatang. Keputusan tersebut diambil setelah sejumlah pekerja di wilayah dengan 1,54 juta hektare (ha) perkebunan kelapa sawit itu dinyatakan positif terjangkit virus corona atau Covid-19.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan mengatakan, Indonesia belum bisa memanfaatkan momentum tersebut. Pasalnya, pasar utama Indonesia seperti India dan negara-negara Eropa telah memberlakukan karantina wilayah. Selain itu, konsumsi di China pun belum pulih secara utuh.
“Peluang Indonesia terbatas karena permintaan memang lemah di pasar utama seperti India dan China. Memang permintaan pangan besar, tetapi tidak banyak tumbuh. Selain itu permintaan biodiesel tak bisa terkerek karena harga minyak dunia sedang rendah," ujar Fadhil kepada Bisnis, Senin (6/4/2020)
Dia mengatakan, kendati neraca permintaan dan pasokan sawit tetap ketat seiring berkurangnya ekspor dari Malaysia, Fadhil menyatakan harga CPO pun belum bisa banyak pulih karena amat dipengaruhi oleh harga minyak.
Di sisi lain, serapan dalam negeri dinilai Fadhil berpeluang tergenjot dengan adanya tren permintaan pada produk-produk kebersihan yang memang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku. Kendati demikian, dia belum bisa memperkirakan berapa potensi tambahan serapan tersebut.
Baca Juga
Menyitir data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor sawit Indonesia pada Januari 2020 mengalami penurunan cukup besar dibandingkan Desember 2019, yakni dari 3,72 juta ton menjadi hanya 2,39 juta ton. Penurunan ekspor terjadi pada CPO, PKO, biodiesel, sementara oleokimia naik dengan 22,9 persen.
Penurunan ekspor terjadi hampir ke semua negara tujuan yaitu ke China turun 381.000 ton, Uni Eropa turun 188.000 ton ribu ton, ke India turun 141.000 ton dan ke Amerika Serikat turun 129.000 ribu ton.
Gapki memperkirakan penurunan ekspor yang cukup drastis selama Januari dipengaruhi oleh masih tersedianya stok di negara-negara importir utama. Selain itu, para importir pun diperkirakan tengah menunggu respons pasar terhadap program B30 yang diterapkan Indonesia.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun mengonfrimasi pelemahan ekspor sawit ke sejumlah negara tujuan utama. Untuk India misalnya, impor CPO dan minyak kernel sepanjang Maret tercatat mengalami penurunan sampai 38 persen dibandingkan dengan Maret 2019.
Impor sawit di India sepanjang April diperkirakan bakal terkoreksi lebih dalam seiring tekanan Covid-19 yang membesar.
"Sumber saya di India mengatakan bahwa pada bulan April 2020 di estimasi impor CPO dan PKO akan turun lagi dari yang bulan Maret," kata Derom kepada Bisnis, Senin (6/4/2020)
Terkait dengan pasokan dari Malaysia yang disebut berpotensi terganggu akibat penutupan perkebunan. Derom menilai hal tersebut tak bakal banyak berpengaruh pada ekspor negara tersebut mengingat masih ada stok yang tersedia untuk pengiriman.
Di sisi lain, sejauh ini Malaysia pun tak melakukan pengiriman ke India untuk sejumlah produk turunan.
"India memang tidak mengimpor dari Malaysia, terutama karena adanya pembatasan dari pemerintah Malaysia untuk impor olein. Jadi yang lebih menentukan saat ini adalah permintaan dari negara-negara pengimpor yang menurun drastis," imbuh Derom.