Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi pengembang meminta agar proses dalam pengajuan Kredit Pemilikan Rakyat Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) dapat lebih disederhanakan.
Hal ini menyusul masih adanya keluhan dari para pengembang di daerah terkait dengan banyaknya proses administratif realisasi KPR FLPP untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Joko Suranto menilai bahwa proses penyederhanan perlu dilakukan mengingat setiap daerah di Indonesia memiliki kultur yang berbeda-beda.
"Memang administrasi dan lainnya terlalu banyak, mereka [Kementerian PUPR] lupa bahwa Indonesia bukan hanya di Jawa, sehingga untuk pengajuan ke BLU [badan layanan umum] butuh upaya yang jauh lebih sulit dan keras di luar Jawa, juga SDM-nya dengan masalah kulturnya," ujarnya pada Bisnis, Minggu (5/4/2020).
Joko mengatakan bahwa proses KPR di sejumlah perbankan di daerah juga dinilai masih sulit. Apalagi, salah satu bank yang dekat dengan para pengembang dan mengkhususkan diri untuk hunian subsidi juga ikut-ikutan mempersulit.
Sejalan dengan itu, pengembang di daerah juga dinilai masih dibuat bingung dengan implementasi dua program aplikasi yang dikembangkan Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP).
Dua program itu adalah Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) dan Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (Sikasep).
Keduanya dikembangkan sejak akhir tahun lalu sebagai sarana penyaluran dana subsidi.
"Mestinya Sikasep dan Sikumbang bisa dilakukan pascaakad atau melalui bank yang merealisasikan, karena yang saya tahu sistem tersebut dimaksudkan untuk memetakan dan mendata perumahan [khusus] MBR yang ada dan juga konsumennya," tutur dia.
Joko mengatakan bahwa dalam kondisi saat ini, pihaknya meminta agar pemangku kepentingan dapat berpikir secara bijak. Hal ini mengingat sektor properti menggerakan 174 bidang industri lainnya dan semua termasuk padat karya.
"Jadi dengan mendorong pertumbuhan perumahan, mempermudah, mempercepat setidaknya membantu ekonomi rakyat bergerak dan juga membantu pemerintah tentunya," kata dia.
Hasil Survei Harga Properti Residensial yang dirilis Bank Indonesia (BI), sepanjang 2019 lalu Jawa Barat mencatat realisasi FLPP terbanyak senilai Rp1,52 triliun untuk membiayai 15.350 unit rumah.
Kemudian, disusul Provinsi Sumatra Utara yang mencapai Rp551,78 miliar untuk realisasi 6.060 unit rumah serta Sumatra Selatan mencapai Rp454,21 miliar untuk 4.922 unit rumah. Sementara itu, penyaluran FLPP paling rendah terdapat di Provinsi Maluku senilai Rp2,558 miliar untuk membangun 24 unit rumah.