Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia menyoroti masalah arus kas (cashflow) perusahaan pengembang properti di tengah dampak virus corona jenis baru atau COVID-19.
Masalah arus kas tersebut sudah terasa khususnya bagi pengembang menengah ke bawah mengingat penjualan properti mengalami perlambatan, sedangkan pengeluaran perusahaan terus berjalan sehingga berisiko mengalami kebangkrutan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Properti dan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan bahwa pihaknya akan mencari jalan keluar terkait hal tersebut.
"Dalam 1 atau 2 hari ini sedang kita rumuskan," katanya pada Bisnis, Kamis (2/4/2020).
Sanny mengatakan pemerintah sudah menggelontorkan stimulus terhadap sejumlah industri termasuk manufaktur. Hanya saja, dia meminta agar stimulus itu diperluas ke sejumlah industri lainnya yang juga turut terkena dampak Covid-19 seperti industri properti maupun pariwisata.
Adapun pemerintah sebelumnya memang telah memberikan stimulus senilai Rp1,5 triliun di bidang perumahan berupa Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
Namun, sejumlah pengembang menyatakan bahwa dalam kondisi seperti saat ini masyarakat sedang menjaga daya beli sehingga stimulus tambahan yang lebih spesifik bagi industri properti perlu dilakukan.
Sanny mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang akan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25 persen menjadi 22 persen pada tahun pajak 2020 dan 2021, sedangkan 2022 tarif PPh badan akan menjadi 20 persen.
Langkah itu dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Namun, dia menilai bahwa relaksasi pajak yang hanya untuk sektor tertentu tersebut perlu diperluas lagi termasuk bagi sektor properti.
"Relaksasi tersebut berupa PPh 21 dan PPh 25 ditanggung pemerintah, pembebasan atau penundaan pemungutan bea masuk dan PPh 22 impor, serta percepatan restitusi PPN akan sangat membantu cashflow perusahaan dan individu," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan bahwa sebagian pengembang hunian bersubsidi terancam kolaps karena arus kas yang tidak stabil akibat dampak corona.
Junaidi juga membenarkan bahwa sebagian pengembang juga hanya mampu mengendalikan arus kasnya hingga 1 bulan ke depan. Kondisi tersebut terjadi lantaran penjualan properti melesu mengingat masyarakat menahan daya belinya untuk sementara waktu.
Sementara itu, pengeluaran perusahaan terus berjalan sehingga mengakibatkan arus kas menjadi tidak seimbang. "Ada yang tidak bisa bayar bunga, bayar gaji, pembayaran ke pihak ketiga terkait biaya pembangunan," ujar Junaidi.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan bahwa saat ini pengembang dihadapi masalah arus kas menyusul dampak virus corona terhadap industri properti.
Masalah tersebut timbul karena saat ini suku bunga pinjaman masih tinggi di sejumlah perbankan.
Berdasarkan laporannya, pengembang kelas menengah hanya mampu bertahan hingga 1 bulan sampai 3 bulan ke depan, sedangkan pengembang kelas bawah lebih memprihatinkan yaitu hanya mampu bertahan hingga 1 bulan.
"Kalau jangka pendek cash out tidak bisa di-cut, akan banyak perusahaan yang kolaps," ujarnya.