Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) menyatakan adanya keringanan biaya listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mengurangi beban pabrikan yang tertakan akibat pengurangan pasar.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta mengatakan konsumsi listrik pada industri hulu tekstil dan produk tektil (TPT) hanya 6,6-6,9 persen dari total biaya produksi. Redma menilai penyertaan tersebut akan membantu pabrikan yang sedang dalam masa transisi produksi di era penyusutan pasar.
"Harusnya [dampaknya] sangat besar buat kami di hulu. Di hulu pakai banyak energi. [Biaya] energi kami dari [total] cost sekitar 22 -23 persen. 70 persennya pakai gas, 30 persen listrik dari PLN," jelasnya kepada Bisnis, Kamis (2/4/2020).
Walau demikian, Redma menilai pabrikan masih memerlukan insentif lainnya dari PLN, seperti peniadaan sementara rekening minimum listrik, peniadaan sementara penghitungan beban puncak, diskon tengah malam, dan penundaan pembayaran tarif listrik.
Redma menyampaikan saat ini ada sebagian pabrikan hulu TPT yang tidak bisa menyalakan mesinnya selama 40 jam. Dengan masuknya PLN sebagai penerima manfaat Redma berharap hal tersebut dapat ditransmisikan pada tarif listrik bagi industri.
Terkait penghitungan beban puncak, Redma menilai faktor penghitungan tersebut sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Pasalnya, menurutnya, kini pasokan listrik PLN sudah berlebih.
Adapun, APSyFI dan Asosiasi Pertekstilan (API) sebelumnya telah meminta adanya penundaan pembayaran tarif listrik sebesar 50 persen sepanjang 6 bulan dengan jaminan cicilan giro mundur selama 12 bulan. Selain itu, diskon 50 persen tarif listrik untuk penggunaan pada 22.00-06.00.
Pasar Susut
Redma mendata pasar industri hulu TPT kini susut sekitar 60-70 persen. Oleh karena itu, lanjutnya, asosiasi mengarahkan pabrikan untuk mengalihkan lini produksi bahan baku komoditas umumnya bagi pabrikan hilir menjadi bahan baku untuk produsi alat pelindung diri (APD) dan masker.
Menurutnya, hingga saat ini telah ada 30 persen pabrikan yang mengalihkan lini produksinya menjadi bahan baku produksi APD dan masker. Redma menilai pengalihan tersebut membuat rata-rata utilitas pabrikan hulu TPT dapar terjaga di sekitar 40 persen.
"Tapi, kalau pabrik [yang masih hidup] utilitasnya di kisaran 60-70 persen. level 40 persen itu dihitung dengan pabrikan yang sudah mati. Ini untuk pabrik serat dan benang," jelasnya.