Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia menetapkan stimulus ekonomi dan menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) guna meredam dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan itu antara lain mengizinkan Bank Indonesia (BI) untuk menyerap Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana guna menambal defisit APBN 2020.
Ekonom senior M. Chatib Basri telah memperkirakan bahwa untuk pembiayaan, pemerintah membuka opsi untuk BI membeli obligasi pemerintah dari pasar perdana.
"Saya bisa memahami keputusan ini, mengingat pembiayaan memang sulit," ujarnya dalam akun resminya di Twitter.
Namun, Chatib mengingatkan bahwa pembelian obligasi oleh BI memiliki risiko yakni meningkatkan inflasi. Risiko itu, jelasnya, memang tak terelakkan di tengah situasi saat ini.
Oleh karena itu, jelasnya, pemerintah dan Bank Indonesia perlu duduk bersama untuk menentukan berapa inflasi yang memang 'bisa diterima' sebagai biaya. Dengan begitu, jelasnya, pemerintah dan BI bisa menetapkan berapa besaran obligasi bisa dibeli oleh otoritas moneter tersebut.
"Sebab bila size-nya amat besar maka inflasi akan naik tajam dan juga akan memukul ekonomi kita. Dalam kaitan ini fine tunning mengenai besaran obligasi yang akan dibeli Bank Indonesia akan menjadi amat penting," tegas Chatib.
etapi ini adalah resiko dari keadaan yang ada. Karena itu pemerintah dan Bank Indonesia perlu duduk bersama untuk menentukan berapa inflasi yang memang "bisa diterima" sebagai biaya. Sebesar itulah obligasi bisa dibeli oleh Bank Indonesia.
— M. Chatib Basri (@ChatibBasri) April 1, 2020
Terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui bahwa pihaknya diperbolehkan untuk menyerap SBN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di pasar perdana sesuai Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
"Bukan first lender, tetapi last lender," ujar Perry, Rabu (1/4/2020).
Jika pasar tidak bisa menyerap kebutuhan SBN atau SBSN - baik jumlahnya atau ketika suku bunganya terlalu tinggi - BI akan siap menyerap surat berharga tersebut.
Dalam kondisi normal, Perry melihat ketentuan dalam UU Bank Indonesia tidak dimungkinan bank sentral membeli surat utang melalui pasar perdana. Namun, hal ini dikecualikan dalam kondisi saat ini.
"Menkeu dan saya, BI, sebagai last resource agar pasar tidak melonjak tinggi dan stabilitas makroekonomi dan inflasi tetap terjaga," kata Perry.