Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Massif, tetapi Tidak di Indonesia

Dalam laporan Wood Mackenzie, penambahan kapasitas tenaga angin global diperkirakan mencapai rerata tahunan 77 Gigawatt dari 2020 hingga 2029.
Presiden Joko Widodo mengamati turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Abriawan Abhe
Presiden Joko Widodo mengamati turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Abriawan Abhe

Bisnis.com, JAKARTA - Kampanye penggunaan energi bersih tengah marak dilakukan di sejumlah negara. Salah satu energi bersih yang digunakan yakni berasal dari tenaga angin yang menggubahnya menjadi energi dari gerakan kincir.

Dalam laporan Wood Mackenzie, penambahan kapasitas tenaga angin global diperkirakan mencapai rerata tahunan 77 Gigawatt dari 2020 hingga 2029. Adapun kapasitas listrik tenaga angin global dari akhir tahun lalu hingga nanti akhir 2029 akan bertumbuh 112 persen.  

Sepanjang tahun lalu, penambahan kapasitas angin  62 GW ditambahkan secara global, meningkat  23 persen dari tahun 2018. Angka penambahan kapasitas 62 GW di 2019 ini merupakan kapasitas tertinggi kedua setelah 2015 yang sebesar 63 GW.

Direktur Riset Wood Mackenzie Luke Lewandowski mengatakan meningkatnya penggunaan energi listrik dari tenaga angin ini disebabkan oleh kebijakan di China dan Amerika Serikat sebagian besar yang mendorong penambahan kapasitas energi bersih sebesar 11,5 GW pada 2019.

Selain AS dan China, Argentina juga menambah kapasitas energi listrik dari tenaga angin sebesar 676 Mega Watt (MW) di tahun lalu. Hal itu juga sama dilakukan oleh Meksiko, Swedia, dan Spanyol dimana ada penambahan energi angin di tahun lalu sebesar 883 MW, Swedia sebesar 720 MW, dan Spanyol sebesar 1,9 GW.

Namun demikian, kondisi saat ini tahun 2020 akibat merebaknya pandemi virus corona ini akan berdampak pada naiknya penggunaan energi bersih. Terlebih diharapkan ada penambahan 150 GW penggunaan energi angin untuk listrik dari tahun 2020 hingga ke tahun 2021.

Dampak dari virus Corona ini diperkirakan akan memperburuk siklus pembangunan dua tahun 27,5 GW yang sudah penuh tekanan di Amerika Serikat.

“Ketika kredit pajak produksi memudar, penambahan kapasitas tahunan AS akan semakin tergantung pada kepemimpinan negara. Kami berharap ini menghasilkan 23,3 GW selama periode 10 tahun," ujarnya seperti yang dikutip dalam laporan tersebut.

Di Amerika Latin penambahan energi dari tenaga angin rerata setiap tahunnya mencapai 4 GW. Di benua Eropa, kepatuhan dengan target energi dan iklim Uni Eropa untuk tahun 2030 akan mendorong penambahan 225 GW.

Kendala lahan menjadi salah satu permasalahan pembangunan tenaga angin di Eropa dimana beberapa negara akan membangun di lepas pantai Eropa. Adapun akan ada penambahan tenaga angin sebesar 32 persen di Eropa Barat dan 43 persen tambahan di Eropa Utara dalam sembilan tahun ke depan.

Untuk di Timur Tengah dan Afrika, pertumbuhan tahunan tenaga angin yang stabil di Timur Tengah dan Afrika akan menghasilkan penambahan 23 persen dalam 10 tahun mendatang. Hampir 60 persen dari perkiraan 48 GW untuk sub-wilayah terkonsentrasi di Mesir, Arab Saudi dan Afrika Selatan.

Untuk di China, kendala dan keterlambatan rantai pasokan yang disebabkan oleh virus corona akan membatasi potensi pertumbuhan jangka pendek. Kendati demikian, para pengembang di China masih akan berhasil menghubungkan 26 GW tenaga angin ke jaringan pada 2020.

Negara-negara Asia lainnya akan menambah kapasitas listrik dari tenaga angin sebesar 107 GW dalam 9 tahun mendatang.

“Penambahan di India akan mencapai 51 persen dari kapasitas baru. Permintaan lepas pantai di seluruh sub-wilayah akan menambah 18 GW  atau sekitar 35 persen dari kapasitas baru dalam 9 tahun mendatang," tutur Lewandowski.

Indonesia Masih Tertinggal

Di Indonesia sendiri juga memiliki energi listrik dari tenaga angin. Namun jumlahnya masih sangat kecil bila dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Harris menuturkan hingga saat ini belum ada Pembangkit ListrikTenaga Bayu atau angin (PLTB) yang baru maupun yang akan commersial on date (COD) dalam waktu dekat.

"Belum ada yang baru, masih 147 MW," katanya dalam pesan singkat kepada Bisnis, Senin (30/3).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan potensi Indonesia tenaga angin sekitar 60 GW hingga 100 GW untuk ketinggian di atas 80 meter.

Saat ini yang PLTB skala besar terpasang sekitar 135 MW, di Sidrap 75 MW dan Janeponto Tolo 1 sebesar 60 MW.

"Ada beberapa potensi proyek di Pulau Jawa yaitu Sukabumi, Banten, dan Bantul. Kalau lihat potensi Indonesia dan capital cost PLTB yang semakin turun, seharusnya kita bisa memanfaatkan potensi angin," ucapnya.

Menurutnya, paling tidak di Indonesia bisa dikembangkan 300 MW per tahun sampai dengan 2030 mendatang. Peningkatan investasi listrik tenaga angin ini semuanya tergantung pada harga pembelian listrik oleh PLN dan akses kepada jaringan.

PLTB angin ini tidak tersedia di semua tempat tetapi di daerah-daerah tertentu. Untuk bisa memanfaatkan potensinya, maka pengembang harus mampu membawa turbin ke wilayah itu.

"Dalam kasus Sidrap pengembang mengeluarkan biaya utk memperkuat jaringan logistik dan infrastrukturnya (jalan, jembatan, dermaga pelabuhan) sehingga biaya proyek untuk unit proyek pertama biasanya mahal. Risiko juga relatif tinggi. Jadi harga yang memberikan pengembalian investasi yg manarik sangat penting bagi proyek PLTB saat in," terang Fabby.

Kalau ingin cepat pemerintah lakukan pengukuran angin di atas 60 meter di lokasi-lokasi yang potensial. Data-data ini menjadi dasar untuk pemerintah atau PLN melelang proyek-proyek angin.

"Ini bisa memangkas biasa project development," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper