Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Transisi Tidak Mulus, Wajar Produksi Blok Rokan Melorot

Pasalnya, kontrak production sharing contract (PSC) yang ada saat ini pada dasarnya tidak mengatur untuk memuluskan proses transisi.
Fasilitas minyak PT Chevron Pacific Indonesia di daerah Minas yang masuk dalam Blok Rokan di Riau, Rabu (1/8/2018)./ANTARA-FB Anggoro
Fasilitas minyak PT Chevron Pacific Indonesia di daerah Minas yang masuk dalam Blok Rokan di Riau, Rabu (1/8/2018)./ANTARA-FB Anggoro

Bisnis.com, JAKARTA - Proses transisi Blok Rokan yang tidak mulus antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Chevron Pasific Indonesia berpotensi adanya penurunan produksi ke depannya.

Pri Agung Rakhmanto, Staf Pengajar Universitas Trisakti menilai bahwa joint drilling agreement (JDA) yang ditawarkan Pertamina akan sulit tercapai.

Pasalnya, kontrak production sharing contract (PSC) yang ada saat ini pada dasarnya tidak mengatur untuk memuluskan proses transisi.

Menurutnya, kedua belah pihak pastinya mengacu kepada kontrak yang ada tersebut, sehingga akan menjadi hal yang wajar jika tidak ditemukannya kesepakatan

"Penurunan produksi, karena turunnya investasi dan transisi yang tidak mulus,mungkin malah dapat dikatakan sebagai suatu konsekuensi yang tidak dapat dihindari," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).

Dia menambahkan, peraturan pemerintah yang diterbitkan terkait dengan transisi dan masa kontrak suatu blok yang telah habis pada praktiknya tidak mudah untuk diimplementasikan karena masing-masing pihak mengacu pada klausul kontak yang ada. Adapun beleid yang dimaksud adalah Peraturan Menteri ESDM No. 24 Tahun 2018 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

"Ketika Permen itu coba diterapkan dengan pendekatan business to business, belum tentu dapat berjalan kalau tidak tercapai kesepakatan B to B nya," jelasnya.

Pri Agung menyarankan agar investasi pada periode transisi tidak bisa sekadar pengemvalian investasi yang terkait dengan biaya yang dikeluarkan. Namun pemerintah seharusnya memberikan tawarkan imbal hasil dan kesempatan investasi untuk portofolio yang lain.

"Tren penurunan investasi dan produksi kan sudah terjadi beberapa tahun terakhir ini. Karakteristik lapangan migas, kalau sudah terlanjur drop produksinya, menaikkannya lagi secara teknis sering kali tidak mudah, apalagi kalau untuk kembali ke level semula," ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu mengatakan bahwa kesepakatan untuk joint drilling agreement dengan PT Chevron Pasific Indonesia guna menahan decline rate tak kunjung menemukan jalan tengah.

Dengan demikian, Dharmawan memproyeksikan produksi Blok Rokan akan berada pada level 140.000 barel per hari (Bpod).

“Saya tidak bisa komentar terkait itu lebih dalam. Karena itu kan ada beberapa diskusi yang sifatnya sangat internal, tapi yang bisa saya share adalah kita sudah menawarkan joint drilling agreement [JDA],” katanya di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Dharmawan mengungkapkan bahwa, setelah blok tersebut diambil alih, nasibnya tidak akan jauh berbeda dengan Blok Mahakam. Pasalnya, produksi Blok Rokan nantinya dipercaya akan terus menurun jikalau pengeboran tak juga kunjung dilakukan.

Kendati JDA dengan Chevron tersebut ditolak, Dharmawan belum dapat memastikan apakah pengeboran tersebut bisa dilakukan pada tahun ini atau tidak. Kendati demikian, Pertamina terus menyiapkan diri untuk opsi lainnya jikalau pengeboran tersebut baru bisa dilakukan pada 2021.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper