Bisnis.com, JAKARTA — Melemahnya pertumbuhan ekonomi dan permintaan baja global di tengah wabah virus corona yang melanda dunia dikhawatirkan bakal mengakibatkan produk baja membanjiri pasar Indonesia.
Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim mengharapkan pemerintah dapat mengambil langkah proteksi demi melindungi industri dalam negeri.
Pasalnya, jumlah pasokan global disebutnya akan mengalami surplus akibat pelemahan permintaan. Dalam kondisi ini, dia mengatakan negara produsen bakal gencar mencari pasar-pasar potensial untuk menyalurkan pasokan tersebut.
Dia menilai Indonesia rentan mendapat limpahan pasokan tersebut. Menurutnya, instrumen perlindungan dalam negeri dari banjir produk baja belum maksimal. Di sisi lain, permintaan dari industri pengolah dalam negeri pun cenderung stabil.
"Kita masih belum optimal dalam menggunakan kebijakan dalam meredam impor. Kalau negara lain sudah banyak sekali seperti antidumping, antisubsidi, countervailing, kuota, bahkan ada yang menetapkan harga minimal dan tak menerima pasokan dengan harga di bawah ketentuan," ujar Silmy ketika ditemui di Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), impor besi dan baja mencapai US$10,39 miliar pada 2019 lalu. Angka tersebut tumbuh 1,42 persen secara tahunan dan mengambil porsi 6,98 persen dari total impor.
Baca Juga
Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk itu memperkirakan potensi banjir produk besi dan baja bakal terjadi sekitar paruh kedua 2020 mengingat perdagangan yang terjadi sampai saat ini merupakan kelanjutan dari kontrak pada 2019 atau sebelum wabah virus corona melanda berbagai negara.
Perlindungan industri besi dan baja sendiri kembali mendapat sorotan usai asosiasi menyerukan petisi antidumping terhadap produk asal China yakni hot rolled coil/plate (HRC/P). Pelaku usaha dalam negeri mengemukakan terdapat indikasi praktik circumvention dalam importasi produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon menjadi paduan.
Silmy sebelumnya mengatakan importasi produk baja paduan seperti boron steel yang memiliki kesamaan dengan produk sejenis produksi dalam negeri telah mengganggu kinerja produsen baja nasional.
Dia mencatat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, impor baja paduan terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada 2015 menjadi 3,2 juta ton pada 2019 dan diiringi oleh penurunan volume impor baja karbon lantaran kedua produk ini saling mensubtitusi.