Bisnis.com, JAKARTA - Terlambatnya Indonesia mengantisipasi praktik dumping produk besi dan baja oleh beberapa negara, membuat RI harus bekerja keras untuk menghalau aktivitas curang dalam proses impor komoditas tersebut.
Ketua Komite Antidumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengakui produk besi dan baja menjadi komoditas yang paling banyak dilakukan tindak pengamanan perdagangan berbentuk bea masuk antidumping (BMAD) dan penyelidikan dugaan dumping oleh negara lain.
Menurutnya, hal itu disebabkan oleh kebijakan sejumlah negara maju yang sudah lebih dahulu melakukan pembatasan impor terhadap besi dan baja yang didumping.
“Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sudah sangat agresif menghalau impor produk besi dan baja yang didumping. Akibatnya, produk-produk itu lari ke negara kita yang belum banyak menetapkan pembatasan impor besi dan baja yang didumping secara ketat,” katanya, ketika dihubungi Bisnis.com, Senin (28/10/2019).
Untuk itu dia mengaku sedang menggencarkan proses pengamanan perdagangan di dalam negeri, terutama untuk produk besi dan baja pada tahun ini. Selain menginisiasi sejumlah penyelidikan praktik dumping oleh negara lain, KADI juga agresif menyelesaikan penyelidikan kasus lawas yang tak kunjung diterbitkan ketentuan antidumpingnya.
“Dari tiga kebijakan pengenaan BMAD sepanjang tahun ini, dua di antaranya dikenakan pada produk besi dan baja. Sementara itu dari dua inisiasi penyelidikan praktik dumping tahun ini, salah satunya juga besi dan baja, yakni baja lapis aluminium dan seng. Kami tidak ingin produsen baja kita terpuruk karena aksi nakal negara lain,” katanya.
Dia menyebutkan negara yang paling agresif melakukan praktik dumping terhadap besi dan baja adalah China. Menurutnya turunnya permintaan besi dan baja global akibat pembatasan impor oleh AS dan Uni Eropa, membuat China makin agresif memberlakukan dumping terhadap produk besi dan bajanya.
Murahnya harga besi dan baja dari China, membuat aktivitas impor di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hal itu dikhawatirkan bakal mengurangi daya saing produk serupa yang dibuat di dalam negeri.
Salah satu Untuk itu, KADI akan terus memantau produk besi dan baja yang diduga dikenai dumping dan mengalami lonjakan impor yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Adapun, salah satu produk besi dan baja yang dicurigai dikenai dumping adalah baja lapis aluminum dan seng. Berdasrkan data KADI, selama tiga tahun terakhir total impor Indonesia untuk produk BJLAS asal China dan Vietnam meningkat sebesar 27%.
Pada 2018 total impor Indonesia dari kedua negara tertuduh tercatat sebesar 748.400 ton, meningkat dari 2016 yang tercatat sebesar 463.375 ton. Adapun, pangsa impor dari kedua negara tersebut memiliki nilai dominan sebesar 90% dari total impor BJLAS indonesia.
Dia menambahkan, selain produk besi dan baja, KADI juga sedang gencar melakukan penyelidikan terhadap praktik dumping pada produk plastik pada tahun ini. Dia mengatakan produk plastik, terutama untuk bahan baku tekstil acap kali ditemukan praktik dumping ketika diekspor ke Indonesia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) Ismail Mandry mengamini Indonesia cukup lambat dalam menerapkan perlindungan perdagangan terhadap praktik dumping besi dan baja. Hal itu diperparah pula oleh kebijakan pelonggaran ketentuan impor besi dan baja yang dilakukan pemerintah pada tahun lalu.
“Kita ini terlambat menyadari adanya lonjakan impor besi dan baja, terutama yang diberlakukan dumping oleh negara lain. Maka dari itu impornya naik tajam dan kita produsen dalam negeri ini merana,” katanya.
Dia juga mengakui ancaman impor produk besi dan baja yang didumping paling banyak dilakukan oleh produsen dari China. Hal itu dilakukan lantaran China sedang mengalami kelebihan pasokan besi dan baja di dalam negerinya.
“Produk besi dan baja yang didumpung dari Vietnam atau negara lain pun sebenarnya asalnya dari China. Sebab sejauh ini yang paling berani melakukan dumping dengan nilai yang besar adalah China,” katanya.
Untuk itu dia mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai agresif menutup celah impor produk besi dan baja yang didumping. Pasalnya, besi dan baja impor yang dikenai praktik dumping menjadi salah satu penyebab tingkat utilitas produksi besi dan baja nasional hanya berkisar 50% dari kapasitas terpasang.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Benny Soetrisno mengatakan Indonesia harus mengimbangi tingkat agresifitas negara lain dalam melakukan perlindungan perdagangan dalam negeri. Dia menyebutkan besi dan baja menjadi salah satu contoh komoditas yang marak diberlakukan predatory pricing oleh negara lain, ketika masuk ke Indonesia.
“Kita perlu agresif dalam melakukan perlindungan perdagangan dalam bentuk tarif. Namun jangan lupa kita juga harus menerapkan hambatan dagang nontarif. Sebab di banyak negara kebijakan nontarif jauh lebih efektif membendung impor produk yang dikenai dumping,” katanya.