Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) memperkirakan wabah coronavirus (Covid-19) akan berdampak moderat terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia, di luar China.
Deputy Economist ADB Joseph Zveglich mengatakan dampak kerugian diproyeksikan pada angka yang relatif kecil sehingga tidak membawa ekonomi Asia ke arah resesi. ADB diketahui memproyeksi ekonomi Asia tahun ini akan tumbuh 5,5 persen, sedangkan prediksi pertumbuhan tahun lalu sebesar 5,4 persen.
"Pada negara berkembang Asia kecuali China, akan ada dampak sekitar 0,2 persen pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. Itu bukan dampak yang besar, tetapi tetap saja mempengaruhi pertumbuhan," katanya saat mengunjungi Bisnis Indonesia, Jumat (6/3/2020).
Berdasarkan analisis ADB, sektor-sektor di Asia yang terdampak wabah ini antara lain, permintaan domestik, pariwisata, rantai produksi dan perdagangan, suplai, serta kesehatan. Ketidakpastian mengenai seberapa cepat wabah mampu diatasi dan dampaknya akan bertahan, mendorong ADB menyusun 3 skenario kerugian pada ekonomi dunia, yakni kemungkinan terbaik, moderat, dan terburuk.
Sementara itu, guncangan 0,2 persen pada ekonomi Asia akibat wabah ini berarti kerugian US$16 miliar pada kemungkinan terbaik dan US$22 miliar pada angka moderat. Kemungkinan terburuknya, wabah akan menimbulkan kerugian US$42 miliar atau 0,5 persen dari PDB Asia di luar China.
Dampak yang lebih besar tentu diderita oleh China, pusat dari penyebaran wabah. Kemungkinan terbaik, ekonomi China akan terguncang 0,3 persen atau kerugian sebesar US$77 miliar, -0,8 persen (US$103 miliar) pada angka moderat, dan -1,7 persen (US$237 miliar) pada kemungkinan terburuk.
Sementara itu, pada ekonomi dunia, dampaknya diperkirakan -0,1 persen (US$77 miliar) pada kemungkinan terbaik, -0,2 persen (US$156 miliar) angka moderat, dan -0,4 persen (US$347 miliar) pada kemungkinan terburuk. Namun, dia optimistis bahwa dampak kerugian akibat wabah ini tidak akan melampaui skenario terburuk.
Vice President ADB Bambang Susantono menambahkan dampaknya untuk Indonesia tidak terlalu besar, berkisar 0,1 persen hingga 0,2 persen terhadap PDB.
"Kalau [dampaknya bertahan] lebih dari 6 bulan mungkin bisa 0,2 persen [penurunan]," katanya.