Bisnis.com, JAKARTA - Pasar dalam negeri menjadi tumpuan bagi para pengusaha di tengah ancaman dampak penyebaran virus corona (COVID - 19) yang melanda ekonomi global.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bahkan memprediksi ada potensi kehilangan devisa dari sektor pariwisata senilai US$530 juta.
Wakil Ketua Apindo Shinta Kamdani mengatakan dalam kondisi ini hanya sedikit yang bisa dilakukan oleh pengusaha karena sektor pariwisata adalah sektor ekonomi yang kinerjanya sangat tergantung pada stabilitas politik, sosial dan ekonomi.
Menurutnya, bila salah satu faktor stabilitas tersebut terganggu, maka kinerja pariwisata akan mudah anjlok. Dalam kondisi force majeur seperti ini, lanjutnya, memang sulit untuk menggenjot pariwisata. Namun, harus tetap distimulasi, setidaknya dari pasar dalam negeri agar kegiatan ekonominya tidak sepenuhnya mati.
Dalam hal ini, dia mengimbau agar baik pelaku usaha maupun masyarakat beraktivitas normal, termasuk para wisatawan dalam negeri dan luar negari yang ada di Indonesia.
“Pelaku usaha juga kami dorong untuk melakukan kegiatan ekonomi senormal mungkin. Beberapa sektor usaha memang mengalami kesulitan beroperasi normal karena kendala dari sisi sales maupun dari sisi supply & produksi,” kata Shinta, Jumat (6/3/2020).
Baca Juga
Namun, lanjutnya, sebisa mungkin pelaku usaha mencari alternatif penjualan dan alternatif pasokan atau subtitusinya dari sumber-sumber lain yang risiko wabahnya lebih rendah.
“Selama masih bisa dicari alternatif, sebaiknya tetap beroperasi dengan memperhitungkan peningkatan efisiensi biaya tanpa perlu merumahkan karyawan. Apabila memerlukan bantuan finansial, pelaku usaha diharapkan dapat mempergunakan stimulus dan insentif yang sudah disediakan pemerintah.”
Terkait hal itu, Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan para pengusaha bekerjasama dengan pemerintah untuk mengamankan pasar domestik.
“Banyakin doa, mau habis gimana lagi. Ya, paling tidak yang bisa dilakukan adalah mengamankan pasar domestik, pasar domestik kan juga besar,”kata Hariyadi.
Selain itu, dia berharap Otoritas Jasa Keuangan memberikan relaksasi bagi pengusaha. Pasalnya, imbas virus corona tidak hanya menyerang destinasi pariwisata saja, melainkan hampir semua daerah.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) Hosea Andreas Runkat mengatakan industri MICE di Indonesia saat ini terkendala masalah izin.
“Memang sampai saat ini saya dapat kabar dari teman-teman di Balai Kartini untuk event pekan ini izinnya belum keluar. Makanya kita lagi merumuskan makanya tadi Pak Cucu bilang sedang merumuskan bagaimana agar event tetap jalan,” kata Andreas.
Kendati, dia mengatakan perumusan tersebut tanpa harus meninggalkan efek kesehatan maupun ekonomi. Dia mengatakan pihaknya akan membagi event menjadi dua, berisiko tinggi (high risk) atau berisiko rendah (low risk).
“Kalau sisi ekonomi berhenti, which is pameran stop berarti kan roda ekonomi terganggu. Paling tidak kami berharap perizinan dibuka. Dengan itu dibuka lagi, dengan klasifikasi tadi,” katanya.
Apabila event tersebut berisiko tinggi, lanjutnya, besar kemungkinan izinnya tidak akan dikeluarkan atau dibatalkan. Sedangkan apabila berisiko rendah masih ada peluang untuk dilanjutkan.
“Tapi untuk high risk, itu juga dilihat ada beberapa kondisi yang harus dipatuhi atau acuannya, begitu juga yang low risk, jadi sebaiknya perizinan dibuka,” katanya
Dia mencontohkan seperti di Malaysia, industri MICE tetap berjalan dengan syarat mengikuti imbauan dari WHO seperti penyediaan hand sanitizer, pengecekan suhu tubuh. Namun ada beberapa yang belum dilakukan pemerintah seperti di bandara dimana penumpang harus mengisi kartu kewaspadaan.
“Tapi yang paling urgen adalah orang yang masuk dalam suatu event harus terdata. Ketika dia kena virus coroba, kita lebih mudah melacaknya,” ujarnya.